astakom, Jakarta – Wakil Ketua Wantim MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Zainut Tauhid Sa’adi mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan amnesti terhadap 1.116 orang, termasuk Hasto Kristiyanto.
“Kebijakan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi dan Amnesti kepada Pak Tom Lembong dan Pak Hasto, merupakan sikap kenegarawanan Presiden yang patut diapresiasi,” kata Zainut Tauhid dalam keterangannya, dikutip astakom.com, Selasa (5/8).
Baca juga
Tauhid menilai, bahwa persatuan bangsa menjadi salah satu hal selain pertimbangan hukum yang mendasari Prabowo untuk mengeluarkan keputusan tersebut. Sebab sebagai seorang pemimpin, Prabowo memang diharapkan sebagai sosok pemersatu bangsa.
“MUI meyakini pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden kepada para pihak bukan berdasarkan pertimbangan hukum semata, tetapi ada pertimbangan kemaslahatan politik yang lebih besar,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa dalam perspektif MUI, kebijakan Presiden Prabowo dalam menggunakan hak prerogatifnya itu pun sudah melalui mekanisme dan aturan hukum yang berlaku. Di mana ketentuan tersebut mengharuskan untuk memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
“Presiden melalui dua menterinya, yaitu Menteri Hukum dan Mensesneg sudah meminta pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat selaku representasi rakyat untuk memperoleh pertimbangan yang rasional dan objektif atas pemberian amnesti dan abolisi tersebut, dengan demikian Presiden sudah melaksanakan ketentuan pasal 14 UUD Negara RI Tahun 1945,” tuturnya.
Di sisi lain, ia juga menilai langkah politik Presiden Prabowo juga memiliki tujuan yang lebih besar dari sekadar penegakan hukum. Yakni bagimana menciptakan situasi yang aman dan kondusif di bangsa Indonesia yang masih terpolarisasi.
“Pemberian amnesti dan abolisi kepada kedua tokoh tersebut pada momentum menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 80, diharapkan dapat menjadi wasilah terwujudnya rekonsiliasi nasional, sehingga masyarakat kembali menjalani kehidupan yang rukun, damai dan saling memuliakan,” papar Zainut yang juga mantan Wakil Menteri Agama tersebut.
Terakhir, ulama asal Jepara, Jawa Tengah tersebut mengajak semua pihak untuk saling menahan diri agar tidak memicu disharmoni dan disintegrasi bangsa.
“Hendaknya semua pihak bisa menahan diri dan menghentikan silang pendapat dan perselisihan. Sebagaimana kaidah fikih : hukmul hakim ilzamun wa yarfa’ul khilaf, keputusan hakim bersifat mengikat dan menghilangkan perselisihan,” terangnya.
Diberitakan astakom.com sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra telah menegaskan bahwa keputusan pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Bahwa pemberian amnesti dan abolisi terhadap Hasto Kristiyanto dan kepada Thomas Lembong telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang,” kata Yusril dalam keterangan persnya, Jumat (1/8).
Yusril menyebut dasar hukum yang digunakan dalam pemberian amnesti dan abolisi merujuk pada Pasal 14 UUD 1945 serta Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Dalam kasus ini, Presiden Prabowo telah mengirimkan dua surat presiden (Surpres) kepada DPR untuk meminta pertimbangan atas rencana pemberian amnesti dan abolisi. Surat tersebut telah disetujui secara bulat oleh seluruh fraksi di Komisi III DPR RI pada Kamis malam, 31 Juli 2025.
“Dan pertimbangan itu sudah dimintakan oleh Presiden melalui surat kepada DPR dan Pak Presiden juga telah mengutus dua menteri yaitu Menteri Hukum dan Mensesneg dalam rangka konsultasi dan meminta pendapat Dewan Perwakilan Rakyat atas rencana beliau untuk memberikan amnesti dan abolisi,” jelas Yusril.