astakom, Ponorogo — Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bantuan sosial (bansos) bukan program seumur hidup, melainkan bersifat sementara untuk memenuhi kebutuhan dasar sebelum diarahkan menuju pemberdayaan.
Penegasan Gus Ipul disampaikan dalam kegiatan dialog bersama pilar-pilar sosial dari Kabupaten Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek, Jawa Timur, Senin (4/8).
“Jangan kita larut dalam pemberian bansos. Itu satu hal, tapi lebih dari itu, mereka harus berdaya. Bagi usia produktif, kita akan evaluasi setiap lima tahun sekali. Kalau layak naik kelas, pindah ke program pemberdayaan. Kalau tidak, tetap diberikan bansos,” jelas Gus Ipul dalam keterangan dikutip astakom.com, Selasa (5/8).
Kegiatan dialog ini diikuti 435 peserta, terdiri dari 199 pilar sosial Ponorogo, 107 pilar sosial Pacitan, dan 129 pilar sosial Trenggalek.
Mereka berasal dari berbagai unsur pilar sosial, meliputi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Karang Taruna, Taruna Siaga Bencana (Tagana), Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Pordam), serta pendamping rehabilitasi sosial (Rehsos).
Menurut Gus Ipul, di era Presiden Prabowo Subianto, pemberdayaan masyarakat menjadi fokus penting sehingga pemerintah membentuk Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat.
Ia menekankan bahwa bansos memiliki peruntukan yang jelas dan tidak bisa digunakan seenaknya. Misalnya, bantuan Rp750.000 per tiga bulan bagi ibu hamil digunakan untuk asupan gizi, atau bantuan untuk bayi 0–6 tahun, lansia, dan penyandang disabilitas sesuai kebutuhan masing-masing.
“Pendamping memiliki tugas membina keluarga penerima manfaat agar memanfaatkan bansos sesuai peruntukannya,” ujarnya.
Gus Ipul juga menyampaikan keprihatinannya terkait temuan lebih dari 600 ribu penerima bansos yang terindikasi terlibat judi online, di mana sekitar 300 ribu di antaranya adalah penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
“Sebanyak 230 ribu sudah langsung kami putus penyalurannya. Sisanya masih kami dalami, termasuk kemungkinan data mereka disalahgunakan pihak lain,” tegasnya.
Evaluasi dan pemutakhiran data bansos dilakukan secara berkala bekerja sama dengan BPS, pemerintah daerah, dan berbagai pihak. Data terbaru dari BPS menjadi acuan penyaluran bansos setiap triwulan.
“Data itu sangat dinamis, setiap hari ada yang meninggal, lahir, pindah, atau menikah. Kalau kita konsisten memperbarui data, penyaluran bansos akan makin akurat,” ujar Gus Ipul.
Dalam forum tersebut, para pendamping PKH menyampaikan berbagai masukan terkait beban kerja dan tantangan lapangan.
Seorang pendamping dari Ponorogo mengungkapkan bahwa tugas mereka sering menumpuk pada waktu bersamaan, mulai dari pendampingan Sekolah Rakyat, pemeriksaan pertumbuhan anak, monitoring sosial, hingga penanganan kasus.
“Kami tetap kuat, tetapi berharap ada penjadwalan yang lebih terstruktur agar bisa menjalankan tugas dengan lebih optimal,” katanya. Menanggapi hal itu, Gus Ipul mengakui beratnya beban kerja para pendamping dan menyampaikan apresiasi atas dedikasi mereka.
“Saya terima kasih kepada teman-teman pendamping. Memang cukup berat, tapi arahan saya jelas ya, Kementerian Sosial ini arahnya ke mana. Kita sama-sama konsolidasi agar ke depan lebih baik,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan pendamping PKH dari Pacitan mengucapkan terima kasih atas dukungan berbagai pihak, termasuk bupati dan pemerintah pusat, yang telah memberikan perlengkapan kerja seperti seragam pelindung.
“Kami siap untuk program nasional selanjutnya dan berharap dukungan seperti ini semakin banyak di seluruh Indonesia,” katanya.
Gus Ipul menutup dialog dengan ajakan agar seluruh pilar sosial terus menjaga integritas, bekerja sesuai aturan, dan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah.
“Kalau kita konsisten, data makin akurat, penyaluran bansos tepat sasaran, dan pemberdayaan masyarakat bisa tercapai,” pungkasnya.