astakom, Palu – Jelang peringatan Hari Kemerdekaan, ada fenomena unik di kalangan anak muda: pengibaran bendera One Piece di berbagai kegiatan komunitas. Alih-alih melihatnya sebagai ancaman, Sekretaris DPD Partai Gerindra Sulawesi Tengah, Abdul Karim Al Jufri, memilih merespons dengan sikap terbuka.
Baginya, simbol-simbol budaya populer hanyalah bentuk ekspresi zaman, selama tetap berada dalam koridor kecintaan terhadap Merah Putih dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca juga
“Bahwa masih banyak yang harus kita benahi, itulah yang harus jadi semangat kita untuk terus berjuang demi Merah Putih,” ujar mantan juara dunia pencak silat ini.
Menurut Pemilik sapaan Bang AKA ini, Agustus bukan hanya soal panjat pinang atau arak-arakan bendera, tetapi momentum emas bagi generasi muda untuk menagih janji kemerdekaan: keadilan sosial, pemerintahan yang bersih, dan ruang partisipasi warga yang terbuka.
“Memang negeri ini masih ada ditemukan perilaku korupsi, tapi itu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus memperbaiki diri. Dan kami percaya, anak muda juga ingin negeri ini lebih baik,” tegas Abdul yang juga ketua DPP Partai Gerindra yang membidangi olahraga ini.
Ia menilai semangat kritik dan kreativitas anak muda harus dirawat, bukan dibungkam. Bahkan saat menanggapi bendera One Piece, Karim menegaskan dirinya tidak alergi pada simbol budaya populer, selama esensinya tetap konstruktif.
“Kami tahu kalian mencintai negeri ini. Itulah kenapa Merah Putih harus terus dikibarkan, agar semua pemimpin negeri ingat tujuan bangsa kita. Silakan berekspresi, tapi tetap harus dalam semangat membangun,” ungkap AKA.
Dalam analoginya yang menarik, Karim bahkan menyebut pendekatan Wali Songo sebagai contoh. Ia menyinggung bagaimana Sunan Kalijaga tidak melarang wayang, tetapi mengolahnya menjadi sarana dakwah.
“Seperti Wali Songo yang tak melarang wayang, tapi justru menjadikannya sarana dakwah, kita pun harus bisa melihat ekspresi anak muda sebagai jembatan, bukan tembok,” tuturnya.
Menurut Karim, nasionalisme hari ini tidak boleh kaku dan eksklusif. Justru dengan ruang berekspresi yang sehat, cinta tanah air akan semakin kuat.
“Agustus adalah bulan nasionalisme dan kesempatan bagi kita, anak muda, untuk kritis dan menagih janji kemerdekaan tanpa kehilangan semangat nasionalisme. Jangan padamkan semangat itu hanya karena berbeda cara mengungkapkan,” tambahnya.
Karim menutup pesannya dengan menegaskan bahwa Merah Putih tetap lambang tertinggi perjuangan bangsa, tetapi simbol-simbol lain yang tidak merusak makna kebangsaan bisa dilihat sebagai bagian dari dialog antar-generasi.
“Kita perlu semangat nasionalisme yang tidak ketinggalan zaman. Nasionalisme yang menggugah, yang menginspirasi, bukan menghakimi,” pungkasnya.