Astakom, Jakarta – Dengan suara tegas, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Ketua JARNAS Anti TPPO sekaligus Anggota DPR RI Komisi VII, mengingatkan bahwa perdagangan orang adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa ditoleransi.
Hal itu ia sampaikan dalam acara “Talk Show Nasional Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan!” yang digelar di kantor DPR-RI pada 30 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Perdagangan orang ini kan sangat tercela, jadi kita harus effort lebih berkali lipat. Ketika kita sudah punya perspektif yang sama, kita bisa berjuang bersama,” ujar Saraswati, yang dikenal sebagai salah satu legislator paling vokal dalam isu perlindungan perempuan dan anak.
Saraswati menyoroti anggaran jumbo Kementerian Sosial Rp76,04 triliun untuk 2026 yang seharusnya bisa menjadi senjata kuat dalam rehabilitasi korban, namun belum berjalan maksimal.
Ia berharap kementerian terkait benar-benar menekan unit-unit kerja agar anggaran sebesar itu tidak berhenti di atas kertas, tetapi hadir nyata bagi korban.
Di panggung acara, Saraswati mengangkat kasus Meriance Kabu, pekerja migran asal Indonesia yang disiksa majikannya di Kuala Lumpur pada 2014 hingga mengalami cacat fisik.
Selama 11 tahun, Meriance terus memperjuangkan haknya—perjalanan panjang seorang perempuan melawan ketidakadilan.
“Saya masih yakin keadilan itu ada untuk Mama Meriance dan kita harus tindak lanjuti hingga tuntas,” tegas Saraswati sambil memperlihatkan tumpukan berkas kasus yang menunjukkan betapa peliknya perjuangan korban di lapangan.
Hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, sebagai bukti bahwa negara ikut serius. Namun Saraswati menekankan bahwa perjuangan ini tidak bisa hanya ditopang satu pihak.
“Ini bukan persoalan uang, tapi persoalan hidup dan mati yang harus kita perjuangkan sama-sama,” tutupnya penuh semangat.
Ia menegaskan, JARNAS Anti TPPO akan terus mendorong koordinasi dengan penegak hukum dan pihak terkait, agar setiap kasus tidak berhenti di meja laporan, tapi benar-benar sampai pada keadilan.