astakom, Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menyampaikan proyeksi ambisius terkait masa depan ekonomi Indonesia. Menurutnya, nilai tukar rupiah berpotensi menguat drastis hingga Rp1.000 per dolar AS apabila hilirisasi komoditas ekspor digarap serius sejak sekarang.
“Dolar AS bisa Rp1.000 ke depan. Tapi ini harus dikerjakan dari sekarang,” ujar Amran dalam Rapat Koordinasi Pengendalian (Rakordal) Pembangunan Daerah Triwulan II di Kepatihan, Yogyakarta, dikutip astakom.com, Rabu (30/7).
Baca juga
Amran menekankan pentingnya pengolahan produk ekspor di dalam negeri. Ia mencontohkan komoditas kelapa bulat yang saat ini diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai sekitar Rp20 triliun. Jika diolah terlebih dahulu sebelum diekspor, nilai tambahnya bisa meningkat hingga 100 kali lipat.
“Ekspor kita nilainya Rp20 triliun untuk kelapa, kali 100, itu Rp2.000 triliun,” katanya. “Kalau seluruh komoditas ekspor kita yang kita kirim ke luar negeri itu kita hilirisasi katakanlah Rp20.000 sampai Rp50.000 triliun,” sambungnya.
Dalam mendukung upaya ini, Presiden Prabowo Subianto disebut telah menyetujui anggaran sebesar Rp371 triliun untuk hilirisasi nasional. Dari jumlah tersebut, Rp40 triliun telah siap digunakan, termasuk Rp8 triliun yang baru saja ditandatangani oleh Amran.
“Hari ini saya tanda tangan. Turun (cair) anggarannya Rp8 triliun, total Rp40 triliun. Hari ini ada anggaran pertanian Rp40 triliun,” ujarnya.
Amran menyebut komoditas dengan permintaan tinggi seperti kakao, mete, dan kopi akan menjadi prioritas dalam agenda hilirisasi. Kementerian Pertanian juga telah menyiapkan anggaran tambahan sebesar Rp4 hingga Rp7 triliun untuk membangun fasilitas pengolahan domestik.
Ia menyoroti ketimpangan nilai ekonomi akibat ekspor bahan mentah. Salah satunya, kakao dari Sulawesi yang setelah diekspor ke Singapura, nilainya bisa meningkat hingga 38 kali lipat hanya karena digiling.
“Modalnya Singapura cuma ulek, ulek, diputar gini. Maka kami rintis, kami sudah siapkan anggaran sekitar Rp4 atau Rp7 triliun untuk membangun hilirisasi, dan yang mengulek nanti ke depan adalah Indonesia,” tegasnya.
Amran juga melihat peluang besar dari perubahan pola konsumsi global, terutama di India dan China yang kini beralih ke ‘coconut meal’. Karena dua negara itu tidak bisa menanam kelapa, maka Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama dunia.
“Di Eropa, kelapa mentah dijual Rp34.000. Kalau enam dari 13 komoditas strategis bisa kita selesaikan, ekspor kita yang sekarang Rp600 triliun, dikali 100 atau 50 saja, bisa jadi Rp30.000 triliun. Indonesia mencapai Indonesia emas dan menjadi negara ‘superpower’ ke depan,” pungkas Amran.