astakom, Jakarta – Pemerintah menegaskan kembali komitmennya dalam memperkuat sektor industri nasional lewat hilirisasi dan dukungan terhadap industri padat karya. Strategi ini diyakini menjadi kunci utama mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen pada 2029, sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut sektor hilirisasi sebagai mesin pertumbuhan baru, terutama di tengah ketidakpastian global akibat perang dagang, konflik geopolitik, hingga tekanan ekonomi dari kebijakan tarif negara mitra.
Baca juga
“Selama satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional relatif stabil di kisaran 5 persen, dengan inflasi tetap dalam sasaran. Ke depan, pemerintah akan fokus pada penguatan industri hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri,” ujarnya di Jakarta, dikutip astakom.com, Selasa (29/7).
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam empat tahun mendatang dengan menyusun kebijakan berbasis produktivitas sektor strategis. Selain hilirisasi, industri padat karya seperti makanan, minuman, tekstil, kulit, dan furnitur juga mendapat perhatian khusus.
Industri padat karya kini berkontribusi sebesar 8,33 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan mampu menyerap 12,2 juta tenaga kerja, atau sekitar 8,41 persen dari total pekerja di Indonesia.
“Industri padat karya ini jadi tulang punggung. Selain besar secara kontribusi ekonomi, mereka menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sangat strategis untuk menurunkan angka pengangguran,” jelasnya.
Sektor ekonomi kreatif dan transformasi digital juga masuk dalam radar pembangunan lima tahun ke depan, sejalan dengan pengembangan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan tiga juta rumah sebagai bagian dari stimulus domestik.
Di level global, strategi diplomasi ekonomi juga turut menopang peta jalan industri nasional. Penurunan tarif resiprokal AS menjadi 19 persen dan penyelesaian IEU-CEPA membuka ruang ekspor yang lebih luas bagi produk hasil hilirisasi Indonesia.
“Kesepakatan dagang ini bukan sekadar ekspor, tapi bagian dari strategi besar menciptakan lapangan kerja dan memperkuat kemandirian ekonomi nasional,” tandas Susiwijono.