astakom, Jakarta – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM yang sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani meluruskan perihal kesepakatan pembelian 50 pesawat Boeing dari Amerika Serikat (AS), yang menjadi bagian dari kesepakatan negosiasi tarif resiprokal.
Dia menjelaskan, bahwa kesepakatan pembelian pesawat oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tersebut sebenarnya telah tercapai jauh sebelum pandemi Covid-19 yang melanda pada tahun 2020 lalu.
Baca juga
“Yang ingin saya sampaikan, sebetulnya kesepakatan itu antara Boeing dan Garuda itu sudah ada sebelum COVID-19,” ujar Rosan dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip astakom.com, Selasa (29/7).
Namun dari total 50 pesawat yang telah disepakati, baru satu unit yang dikirim oleh pihak Boeing, sementara 49 unit sisanya belum direalisasikan.
Menurut Rosan, Boeing dan Garuda telah menjalin pertemuan guna membahas kelanjutan pengiriman tersebut. Namun, pengiriman diperkirakan baru bisa dimulai paling cepat pada tahun 2031 atau 2032, mengikuti antrean produksi Boeing saat ini.
Sambil menanti kedatangan armada baru, Danantara mendorong manajemen Garuda untuk memaksimalkan pesawat yang sudah ada. Pasalnya, Danantara telah menggelontorkan lebih dari USD 400 juta untuk mendukung perbaikan dan perawatan armada.
“Banyak sekali pesawat dari Citilink maupun Garuda yang sudah di-grounded dan tidak bisa terbang, padahal biaya leasing tetap berjalan. Itu sebabnya kita minta diperbaiki dulu agar bisa kembali beroperasi,” jelas Rosan.
Menurut Rosan, salah satu tantangan utama saat ini adalah rendahnya durasi operasional pesawat Garuda, yang rata-rata hanya mencapai lima jam per hari. Padahal, dalam kondisi ideal, armada dapat beroperasi hingga dua belas jam per hari.
Ia menekankan pentingnya optimalisasi armada eksisting sebagai langkah strategis jangka pendek untuk meningkatkan efisiensi operasional maskapai pelat merah tersebut.