Senin, 28 Jul 2025
Senin, 28 Juli 2025

Frugal Living Bisa Bikin Boros? Ini 5 Kesalahan Umum yang Harus Dihindari

astakom, Jakarta – Hidup hemat atau frugal living sering kali dianggap sebagai solusi jitu untuk mencapai kestabilan finansial jangka panjang. Namun ternyata, upaya menghemat bisa jadi bumerang jika dilakukan tanpa pemahaman dan strategi yang tepat.

Banyak orang merasa sudah menjalani gaya hidup frugal, padahal justru tanpa sadar melakukan kebiasaan yang berujung pada pemborosan finansial.

Dalam jurnal Lifestyle of the Tight and Frugal, frugal living digambarkan sebagai gaya hidup yang mengedepankan pengendalian diri, pemanfaatan barang yang sudah ada, dan pengeluaran yang terukur. Tapi jika prinsip dasarnya dilanggar, hasilnya justru bisa melenceng jauh dari tujuan semula.

Berikut lima kesalahan umum dalam frugal living yang justru bisa membuat dompet Anda makin tipis:

1. Terjebak Harga Murah

Salah satu jebakan utama dalam gaya hidup hemat adalah terlalu fokus pada harga. Membeli barang karena tergiur murah bisa jadi jebakan boros jika dilakukan terus-menerus atau dalam jumlah berlebihan.

Frugal living bukan tentang berburu diskon semata, tapi tentang membeli secara bijak dan sesuai kebutuhan. Membeli barang murah yang sebenarnya tidak diperlukan sama buruknya dengan memborong barang mahal.

2. Hemat Berlebihan hingga Abaikan Hal Penting

Menghemat seharusnya tidak sampai mengorbankan kesehatan atau kebutuhan dasar. Misalnya, menunda servis kendaraan demi berhemat justru bisa berakibat kerusakan yang lebih mahal.

Contoh lainnya adalah mengurangi jatah makan secara ekstrem yang malah menimbulkan risiko kesehatan. Frugal living tetap harus mempertimbangkan kebutuhan pokok dan pengeluaran esensial.

3. DIY yang Menguras Biaya

Membuat barang sendiri di rumah alias do-it-yourself (DIY) memang terlihat hemat dan kreatif. Tapi jika bahan bakunya mahal atau hasil akhirnya tidak efisien, justru malah lebih boros.

Misalnya saja membuat produk kecantikan atau perabot rumah sendiri, padahal biaya bahan lebih tinggi dibandingkan membeli versi jadi yang sudah teruji. DIY hanya efektif bila memanfaatkan barang bekas atau memangkas biaya signifikan.

4. Belanja Ala Hemat Tapi Salah Sasaran

Kadang niat menghemat malah jadi pemicu pemborosan, seperti membeli alat fitness sendiri agar tak perlu ke gym. Tapi jika alat itu jarang dipakai atau terlalu mahal dibandingkan berlangganan gym, hasilnya justru lebih boros.

Hal yang sama terjadi saat membeli barang mahal seperti botol minuman, kendaraan, atau alat rumah tangga dengan alasan menghemat, padahal penggunaannya tidak sebanding dengan biaya.

5. Tak Punya Tujuan Keuangan yang Jelas

Frugal living tanpa arah akan kehilangan esensi. Tanpa target yang jelas, seperti dana darurat, pembelian rumah, atau pensiun dini, usaha menghemat menjadi hambar dan tak terarah.

Target keuangan membuat setiap keputusan pembelanjaan menjadi lebih terukur dan berdampak. Dengan tujuan yang spesifik, Anda bisa mengukur kemajuan, menyusun strategi, dan menyesuaikan pengeluaran dengan lebih bijak.

Hemat Harus Strategis, Bukan Sekadar Irit

Frugal living bisa menjadi alat efektif mencapai stabilitas finansial, tapi harus dijalankan dengan kesadaran dan strategi. Menghemat tanpa tujuan dan tanpa pertimbangan justru bisa memicu pengeluaran yang tidak perlu.

Alih-alih boncos dengan dalih hidup hemat, pastikan setiap rupiah yang Anda keluarkan benar-benar selaras dengan kebutuhan dan tujuan hidup Anda.

Rubrik Sama :

26 Juli Jadi Hari Puisi Indonesia, Menbud: Bentuk Pengakuan Negara Atas Peran Puisi

astakom, Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan secara resmi menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan...

5 Tanda Keuangan Anda Sudah ‘Red Flag’, Waspadai Sebelum Terlambat!

Punya penghasilan tetap, tapi gaji selalu habis di minggu pertama? Atau sudah bikin rencana keuangan, tapi tetap bablas belanja online tiap kali ada diskon? Bisa jadi kondisi finansial Anda sudah memasuki zona merah alias red flag.

Dear Anak Muda! Quarter Life Crisis Bukan Akhir, Tapi Awal untuk Tumbuh

Memasuki usia 20 hingga 30 tahun, banyak anak muda mengalami kegelisahan eksistensial yang dalam. Fenomena ini dikenal sebagai quarter life crisis, masa transisi dari remaja ke dewasa yang sering kali disertai kebingungan arah hidup, tekanan sosial, dan rasa tidak cukup.

GIIAS 2025 Dibuka, Lebih dari 60 Merk Otomotif Dunia Dipamerkan

astakom, Tangerang - Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 telah resmi dibuka untuk umum. Pameran otomotif terbesar di Asia Tenggara ini berlangsung selama...
Cover Majalah

Update