astakom, Jakarta – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i mengungkapkan dinamika baru dalam geopolitik pangan global, menyusul keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras, yang membuat sejumlah negara eksportir mulai merasa terancam secara ekonomi.
Wamenag lantas menyoroti pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto dalam rapat kabinet Merah Putih, yang bercerita tentang respon mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, dalam menyampaikan kekhawatirannya terhadap keberhasilan Indonesia di sektor pangan.
Baca juga
“Begitu dia duduk di depan presiden tanpa basa-basi dengan tangan bersandar ke kursi, kata Pak Prabowo, ‘Anda ini sudah berhasil swasembada pangan. Anda tidak beli lagi beras dari kami. Bahkan Malaysia sudah beli beras dari Anda. Dan saya dengar juga Jepang sedang memproses untuk tidak beli lagi beras dari kami tapi beli dari Indonesia’,” ujar Romo, menirukan cerita Presiden Prabowo Subianto saat peringatan Milad ke-50 MUI, dikutip astakom.com, Minggu (27/7).
Romo menilai, kondisi ini menjadi bukti bahwa kemandirian pangan Indonesia telah mengganggu tatanan ekonomi beberapa negara yang sebelumnya menjadikan Indonesia sebagai pasar ekspor utama. “Ini adalah fakta betapa mereka sangat khawatir dengan kemajuan yang hari ini dicapai oleh Indonesia,” ujar Romo.
Ia menjelaskan bahwa keberhasilan Indonesia saat ini tidak hanya mencakup sektor pangan, tetapi juga berbagai program pro-rakyat lainnya seperti Sekolah Rakyat bagi warga marjinal, Makanan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, Cek Kesehatan Gratis (CKG), kenaikan gaji guru, hingga peningkatan upah buruh.
Namun, Romo juga mengingatkan bahwa kemajuan tersebut berpotensi menimbulkan tekanan eksternal dari negara-negara yang terganggu kepentingan ekonominya. Dalam konteks ini, peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinilai krusial dalam menjaga kekompakan sosial dan ketahanan nasional.
“Keberadaan Majelis Ulama yang kemudian melayani umat, membersamai pemerintah, saya kira semakin dibutuhkan,” ujarnya.
Romo menegaskan, MUI bukan hanya berperan dalam urusan keagamaan, tetapi juga dalam merawat keutuhan bangsa. Ia menyebut nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin sejatinya berkontribusi langsung terhadap kemanusiaan dan pembangunan nasional.
“Jadi bicara keislaman di Indonesia itu seperti dua keping mata uang. Sekali ucap itu bermakna yang sama. Islam Indonesia dan Indonesia memang mayoritas dihuni oleh umat Islam,” tandasnya.