astakom, Jakarta – Anggota Komisi III DPR Sarifudin Sudding berpandangan pelantikan lebih dari 2 ribu calon perwira remaja (Capaja) TNI/Polri dalam Upacara Prasetya Perwira 2025 harus menjadi momentum penting dalam regenerasi aparatur pertahanan dan keamanan negara.
Sudding pun memberikan pesan khusus kepada para perwira muda Polri agar menjadi simbol integritas dan berpihak kepada rakyat.
Baca juga
“Perwira Polri yang baru dilantik akan menjadi wajah negara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka bukan sekadar aparat penegak hukum, tetapi penjaga keadilan sipil dan representasi langsung dari negara yang melayani,” kata Sarifudin Sudding, Rabu (23/7).
Seperti diketahui, para Capaja merupakan taruna dan taruni tingkat akhir dari empat akademi, yakni Akademi Militer (Akmil), Akademi Angkatan Laut (AAL), Akademi Angkatan Udara (AAU), dan Akademi Kepolisian (Akpol).
Presiden Prabowo resmi melantik 2 ribu Calon Perwira Remaja (Capaja) dilantik Presiden Prabowo di Istana yang terdiri dari 827 Capaja Akademi Militer (Akmil), 433 Capaja Akademi Angkatan Laut (AAL), 293 Capaja Akademi Angkatan Udara (AAU) dan 447 Capaja Akademi Kepolisian (Akpol) di Istana Merdeka Jakarta, pagi tadi.
Dalam Upacara Prasetya Perwira 2025, Presiden Pabowo berpesan kepada para perwira remaja Polri untuk menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya sebagai pedoman dalam bertugas.
Sudding pun sepakat dengan yang disampaikan Presiden Prabowo. Apalagi di era modern, tugas Polri tidak hanya terbatas pada penegakan hukum, tetapi juga mencakup menjaga kepercayaan publik terhadap negara melalui pelayanan yang adil dan transparan.
“Jangan anggap remeh interaksi sehari-hari di lapangan. Jaga etika, dan bersikap adil pada sipil. Karena integritas dibarengi dengan sikap rendah hati akan memperkuat legitimasi institusi,” pesan Sudding.
“Jika kewenangan disalahgunakan, maka yang rusak bukan hanya reputasi pribadi, melainkan juga kepercayaan terhadap institusi Polri secara keseluruhan,” tambah Legislator asal dapil Sulawesi Tengah itu.
Sebagai anggota Komisi III yang membidangi urusan penegakan hukum dan bermitra dengan Polri, Sudding menyoroti pentingnya transformasi budaya kerja di tubuh Polri. Ia mengingatkan bahwa perwira muda harus menjadi motor perubahan birokrasi Polri yang profesional serta humanis.
“Indonesia sedang berjuang meninggalkan warisan tata kelola kekuasaan yang transaksional. Jangan jadikan pangkat sebagai alat intimidasi atau kebal terhadap kritik. Gunakan kewenangan untuk memperkuat keadilan sosial dan pelayanan publik yang inklusif,” papar Sudding.
Sudding juga mengingatkan pentingnya netralitas Polri dalam menghadapi dinamika sosial-politik, terutama menjelang tahun politik dan pemilu di 5 tahun mendatang.
“Perwira Polri harus jadi penjaga proses demokrasi, bukan pemain politik. Keterlibatan aparat dalam kontestasi politik akan mencederai demokrasi dan memperlemah kepercayaan rakyat,” sebutnya.
Lebih lanjut, Sudding mengatakan pembekalan multidisiplin bagi para perwira muda Polri penting untuk dilakukan. Selain penguasaan teknis kepolisian, perwira harus memahami hukum administrasi negara, hak-hak sipil, dan manajemen konflik sosial.
“Profesionalisme ke depan bukan hanya soal ketegasan, tapi juga kepekaan sosial, kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat, dan kesiapan untuk diawasi secara terbuka oleh publik,” tutup Sudding.