astakom, Jakarta – Pemerintah Indonesia berhasil menurunkan tarif impor produk ke Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen. Keberhasilan ini dinilai menjadi peluang strategis untuk mendorong ekspor nasional, memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global, dan menarik lebih banyak investasi asing langsung.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa keberhasilan Indonesia meraih kesepakatan ini tak lepas dari pendekatan diplomasi ekonomi yang proaktif. Ia menjelaskan bahwa Indonesia menunjukkan kesiapan teknis dan substansi dalam proses negosiasi.
Baca juga
“Indonesia dianggap merupakan negara yang awal-awal April lalu responsnya cukup baik. Kita ke sana membawa dokumen yang lengkap, membawa penawaran yang lengkap. Kaitannya dengan permintaan baik dari sisi tarif, non-tarif, kemudian pembelian produk Amerika, maupun yang terkait dengan investment. Jadi kita sebenarnya cukup lengkap paketnya, makanya oleh pihak Amerika betul-betul diapresiasi,” ujar Susiwijono dalam acara UOB Media Editors Circle, dikutip astakom.com, Rabu (23/7).
Dengan tarif yang lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia kini dinilai memiliki daya saing ekspor yang lebih kuat di pasar AS. Kondisi ini juga meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai destinasi relokasi industri global, yang berpotensi menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Nah sisi positifnya, justru dengan kondisi global seperti ini walaupun ketidakpastiannya masih sangat tinggi, namun sebenarnya sebagian perkembangan yang ada justru menjadi opportunity untuk Indonesia. Menjadi kesempatan yang sangat baik terutama untuk mendukung investasi,” lanjutnya.
Meski tarif baru sebesar 19 persen telah disepakati, penerapannya belum langsung berlaku. Susiwijono menjelaskan bahwa tarif tersebut baru akan diberlakukan setelah adanya kesepakatan resmi melalui pernyataan bersama kedua negara.
“Hari ini pun, kalau ekspor ke Amerika, kemudian barangnya masuk, sampai 1 Agustus kalau kita belum publish joint statement bersama, kita masih kena MFN plus 10 persen. Baru nanti setelah kita resmi, nanti akan kena MFN plus 19 persen,” jelasnya.
Sementara itu, Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan perdagangan Indonesia tidak hanya terfokus pada hubungan dengan AS. Upaya diversifikasi pasar ekspor, substitusi impor, dan penguatan posisi Indonesia dalam rantai pasok global terus digenjot.
Dengan berbagai perjanjian kerja sama seperti IEU-CEPA, FTA, hingga CPTPP yang sedang dijajaki, strategi jangka panjang Pemerintah diarahkan untuk menjadikan tantangan global sebagai pijakan penguatan ekonomi nasional.