astakom, Jakarta — Di tengah dinamika otonomi daerah dan pembangunan wilayah, satu hal krusial yang tak boleh diabaikan adalah batas wilayah administrasi yang jelas. Hal ini menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra, yang menegaskan komitmennya untuk memastikan kejelasan dasar hukum atas batas-batas wilayah di Indonesia.
“Pemerintah, dalam hal ini Kemendagri, harus memastikan dengan cermat soal batas administrasi. Jangan sampai terulang konflik seperti sebelumnya, khususnya yang menyangkut pulau-pulau,” ujar Bahtra melalui keterangannya yang diterima redaksi astakom, Rabu (23/7).
Sebagai politisi Fraksi Partai Gerindra dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara, Bahtra memahami betul urgensi masalah ini. Di wilayah kepulauan seperti yang diwakilinya, batas antarwilayah kerap menjadi sumber ketegangan jika tidak dikelola secara presisi.
“Kami temukan beberapa daerah bersinggungan langsung dengan kabupaten lain. Maka kami minta pemetaan dibuat dengan skala 1:5000 agar lebih presisi, sehingga ke depan tak ada lagi sengketa batas wilayah, baik di daratan maupun kepulauan,” tegasnya.
Pernyataan Bahtra juga terkait erat dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) 10 Kabupaten/Kota, yang menjadi momentum penting dalam memperbarui dasar hukum bagi sejumlah daerah. Selama ini, beberapa daerah masih berpedoman pada konstitusi lama, yakni UUD Sementara Tahun 1950, sehingga pembaruan regulasi menjadi keharusan.
Lebih dari sekadar revisi teknis, Bahtra menekankan bahwa RUU ini diharapkan mampu memperkuat pelaksanaan otonomi daerah dengan landasan hukum yang mutakhir dan adil.
RUU tersebut, menurutnya, juga menjadi fondasi penting untuk menjamin kepastian batas administratif yang berkelanjutan dan menghindarkan potensi gesekan sosial maupun hukum.
Dalam semangat membangun dari pinggiran dan menjaga keutuhan wilayah, suara Bahtra mengingatkan bahwa garis batas bukan sekadar garis di peta — melainkan penanda tanggung jawab, identitas, dan keadilan bagi setiap warga negara di seluruh pelosok Nusantara.