astakom, Jakarta, — Dalam situasi ekonomi yang menuntut daerah semakin mandiri, peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) justru masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Hal inilah yang menjadi sorotan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), H. Longki Djanggola, saat menyampaikan kritik tajam namun konstruktif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Gedung DPR RI.
Dengan latar belakang sebagai mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Longki bicara dari pengalaman langsung. Ia menyayangkan banyaknya BUMD yang belum menunjukkan performa optimal, bahkan masih menggantungkan hidup pada suntikan dana pemerintah daerah.
Baca juga
“Pertama, saya menyarankan agar Kementerian Dalam Negeri membangun sistem informasi BUMD nasional yang terintegrasi dan akurat, sehingga kita punya sistem data yang lengkap dan diperbarui secara berkala yang memudahkan pemetaan kinerja dan kondisi BUMD di seluruh Indonesia,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Bagi Longki, data bukan hanya pelengkap laporan tetapi fondasi utama untuk membenahi tata kelola BUMD secara nasional. Tanpa sistem informasi yang solid, sulit mengukur efektivitas dan potensi perbaikan secara objektif.
Tak hanya soal data, ia juga menyoroti kelemahan manajemen di level lokal. Banyak BUMD yang jalan di tempat karena kurangnya keahlian dalam mengelola bisnis.
“Banyak daerah masih kesulitan dalam hal manajemen bisnis, keuangan, dan perencanaan usaha. Pendampingan praktis dan berkelanjutan akan sangat membantu,” tegasnya, menyarankan agar pelaksanaannya langsung dikoordinasikan oleh Kemendagri.
Lebih jauh, Longki mengkritisi praktik pengangkatan direksi yang masih sarat kepentingan politik. “Kami mendorong adanya pedoman seleksi dari Kemendagri agar prosesnya bisa transparan dan akuntabel,” katanya.
Bagi Longki, pengelolaan BUMD tidak boleh dibiarkan jadi ajang balas jasa. Ia mendorong adanya standar kompetensi yang ketat dan seleksi berbasis merit, bukan karena “like and dislike”.
Tak berhenti di situ, Longki juga meminta agar evaluasi kinerja BUMD dilakukan secara berkala dan dijadikan alat strategis dalam mengambil keputusan besar—termasuk perombakan manajemen jika diperlukan.
“Evaluasi harus jadi dasar pengembangan usaha, bukan sekadar pencapaian angka. Kalau perlu, bisa jadi dasar merombak manajemen,” ucapnya lugas.
Sebagai penutup, Longki mengusulkan langkah inovatif: forum pertukaran praktik baik antar-BUMD. Menurutnya, daerah bisa belajar dari keberhasilan daerah lain dalam membenahi BUMD-nya.
“Kolaborasi semacam ini mempercepat proses belajar dan penguatan kapasitas antar BUMD,” pungkasnya.