astakom, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus memperkuat strategi perpajakan di sektor digital, guna mengoptimalkan penerimaan negara.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto mengumumkan bahwa pihaknya telah menerbitkan sejumlah kebijakan baru, salah satunya soal kewajiban penyelenggara marketplace untuk memungut pajak dari transaksi digital.
Baca juga
“Kita menunjuk platform transaksi dalam negeri maupun luar negeri yang sudah kita tunjuk, yang dalam negeri kebijakannya sudah selesai,” ujar Bimo dalam rapat bersama Komisi XI DPR, dikutip astakom.com, Senin (14/7),
Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang telah efektif berlaku mulai hari ini, Senin (14/7).
PMK tersebut menetapkan penyelenggara marketplace sebagai pihak lain yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penghasilan pedagang dalam negeri melalui mekanisme perdagangan elektronik (PMSE).
Marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 harus menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan pedagang dan memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:
- Memiliki nilai transaksi yang melibatkan sarana elektronik untuk transaksi di Indonesia melebihi batas tertentu dalam 12 bulan.
- Memiliki jumlah pengakses (trafik) yang juga melebihi batas tertentu dalam 12 bulan.
Batas nilai transaksi dan trafik ini akan diatur lebih lanjut oleh Dirjen Pajak yang mendapat delegasi kewenangan dari Menteri Keuangan.
Skema Pemungutan dan Perhitungan Pajak
Marketplace wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto pedagang dalam negeri. Nilai ini dihitung dari jumlah yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan PPNBM. PPh terutang saat pembayaran diterima oleh marketplace.
PPh Pasal 22 yang telah dipungut tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh tahun berjalan bagi pedagang dalam negeri; atau menjadi bagian dari pelunasan PPh final, apabila penghasilan pedagang dikenai PPh final seperti:
- PPh final atas sewa tanah/bangunan,
- PPh final atas jasa konstruksi,
- PPh final UMKM,
- atau PPh Pasal 15.
Selain memungut pajak dari marketplace, DJP juga sedang menyusun kebijakan pengenaan pajak atas transaksi aset kripto, seiring meningkatnya aktivitas perdagangan aset digital di Indonesia.
Di sisi lain, Ditjen Pajak juga tengah menyiapkan penunjukan atas lembaga jasa keuangan (LJK) bullion, yang bergerak di bidang perdagangan emas secara digital.
“Lalu juga digitalisasi dari transaksi luar negeri melalui platform luar negeri,” tambah Bimo.