Astakom, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina menanggapi kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang menetapkan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB pada tahun ajaran 2025/2026.
Arzeti berpandangan perlunya pendekatan menyeluruh dalam pelaksanaan kebijakan ini, terutama terkait kesehatan, keamanan, dan peran keluarga dalam menjaga kesejahteraan anak.
Baca juga
Arzeti mengatakan pada dasarnya kebijakan sekolah masuk lebih pagi dapat berdampak baik bagi anak. Namun perlu dibarengi dengan pendekatan psikososial, termasuk peran aktif keluarga di mana orang tua perlu memastikan anak-anaknya tidur lebih awal.
“Saya termasuk yang setuju dengan kebijakan ini. Kalau masuk lebih pagi, artinya anak-anak juga harus tidur lebih cepat. Saya rasa anak-anak bisa jadi lebih sehat dan positif gaya hidupnya,” kata Arzeti Bilbina, Jumat (11/7).
Seperti diketahui, mulai 14 Juli 2025, jam masuk sekolah di wilayah Jabar resmi dimajukan menjadi pukul 06.30 WIB. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor: 58/PK.03/DISDIK tentang Jam Efektif pada Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat.
Selain memajukan waktu masuk, surat edaran bernomor 58/PK.03/DISDIK itu juga menetapkan bahwa kegiatan belajar mengajar hanya akan berlangsung dari Senin hingga Jumat, tanpa hari Sabtu.
Meski berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan mulai dari PAUD/TK hingga SMA/SMK, Dinas Pendidikan Jabar menjelaskan penerapan jam masuk pukul 06.30 WIB bersifat opsional. Sekolah tetap dapat menyesuaikan berdasarkan kondisi geografis, sosial, dan budaya setempat.
Arzeti mengatakan kebijakan masuk sekolah lebih pagi sebenarnya bisa menjadi peluang untuk mendorong perubahan pola hidup anak-anak ke arah yang lebih sehat.
“Dengan membiasakan tidur lebih awal, anak-anak bisa terhindar dari kebiasaan tidur malam atau aktivitas sampai larut seperti bermain gadget, menonton TV tanpa kendali, atau bahkan bermain di luar rumah,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Timur I tersebut.
“Jadi kita bisa lihat kebijakan ini juga sebagai upaya meningkatkan kedisiplinan dan pola hidup sehat sejak dini kepada anak-anak,” sambung Arzeti.
Untuk itu, Arzeti menegaskan bahwa peran sekolah dan pemerintah daerah sangat penting dalam proses transisi ini. Ia mendorong adanya sosialisasi dan pendampingan kepada orang tua dan siswa, agar mereka bisa beradaptasi.
“Pihak sekolah dan pemerintah daerah juga perlu memberikan sosialisasi dan pendampingan secara aktif kepada keluarga, agar transisi ini dapat berjalan lancar dan tidak mengganggu kesejahteraan anak,” tutur Arzeti.
Anggota komisi di DPR yang membidangi urusan kesehatan itu juga menyoroti aspek keamanan dan kesehatan yang harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan ini. Arzeti mengatakan kebijakan anak masuk sekolah lebih pagi harus dibarengi dengan kepastian anak juga tidak kekurangan waktu istirahat mereka.
“Anak-anak membutuhkan waktu istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan jasmani dan mentalnya. Saat sekolah masuknya dipercepat, artinya mereka juga harus bangun lebih pagi dari sebelumnya. Dan ini harus dipastikan anak-anak tidur lebih cepat, jangan mengurangi waktu istirahat mereka,” paparnya.
Arzeti pun mendorong Pemda dan pihak sekolah gencar memberikan edukasi terkait hal tersebut, baik kepada para siswa dan ke wali murid. Apalagi jika jarak sekolah dan tempat tinggal anak cukup jauh, tentunya harus banyak penyesuaian yang dilakukan.
“Jadi pihak sekolah bersama Dinas Pendidikan dan stakeholder terkait lainnya juga harus memberikan edukasi dan pendampingan ke wali murid untuk membiasakan anak tidur cepat yang hari ini menjadi tantangan bagi banyak orangtua,” sebut Arzeti.
“Hal ini penting agar durasi istirahat anak-anak tidak berkurang akibat penyesuaian jam masuk sekolah,” lanjut ibu 3 anak itu.
Di sisi lain, Arzeti mendorong Dinas Pendidikan bersinergi dengan dinas kesehatan, pihak kepolisian, serta organisasi perlindungan anak untuk memastikan bahwa seluruh satuan pendidikan yang menerapkan jam masuk lebih pagi benar-benar dalam kondisi aman dan layak.
“Kami mendukung adanya fleksibilitas dan ruang penyesuaian yang telah dibuka oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui mekanisme pengajuan dispensasi,” terang Arzeti.
Lebih lanjut, Arzeti memastikan komisi IX DPR akan menjalankan fungsi pengawasan secara kolaboratif dan konstruktif demi memastikan kebijakan pihak eksekutif memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan anak.
“Kebijakan pendidikan tidak hanya harus efektif secara akademik, tetapi juga aman dan sehat bagi anak-anak kita,” tutupnya.