Kamis, 10 Jul 2025
Kamis, 10 Juli 2025

PBB Sorot Kebijakan Tarif Trump, Bikin Ketidakpastian Makin Langgeng

astakom, Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Perdagangan Internasional (ITC) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Pamela Coke-Hamilton menyoroti kebijakan baru terkait tarif perdagangan yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru-baru ini.

Dia menilai, kebijakan tarif tambahan 10 persen yang dikenakan AS tersebut akan tetap menambah beban signifikan pada negara-negara eksportir, terutama di sektor pakaian dan produk pertanian. Meskipun pada dasarnya, kebijakan ini bukan bagian dari skema tarif ‘timbal balik’.

“Meskipun jeda ini memberikan sedikit keringanan dibandingkan dengan tarif timbal balik, pungutan 10 persen tersebut ditambahkan ke bea masuk yang sudah ada, yang berarti negara-negara – sebagian besar negara berkembang – menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk mengekspor barang seperti pakaian dan produk pertanian ke AS,” ujarnya.

Kebijakan tarif timbal balik AS sendiri seharusnya mulai diberlakukan kembali minggu ini, namun pemerintah AS menundanya hingga 1 Agustus mendatang. Meski demikian, Coke-Hamilton menilai penundaan tersebut justru menambah ketidakpastian.

“Langkah tersebut memperpanjang periode ketidakpastian, merusak investasi jangka panjang dan kontrak bisnis, serta menciptakan ketidakpastian lebih lanjut,” tambahnya.

Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi semacam ini memiliki dampak nyata, terutama terhadap negara-negara paling kurang berkembang. Salah satunya, Lesotho.

“Lesotho… akan menghadapi tarif sebesar 50 persen, yang akan mengesampingkan akses bebas bea yang disediakan oleh Undang-Undang Pertumbuhan dan Peluang Afrika,” ungkapnya.

Vietnam pun disebut terdampak, meski berhasil menurunkan tarif yang dinegosiasikan menjadi 20 persen dari semula 46 persen. Namun angka tersebut tetap jauh di atas tarif 10 persen yang berlaku sebelumnya.

“Dua kali lipat dari 10 persen saat ini,” kata Coke-Hamilton.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan kekhawatiran atas tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap negara-negara yang mendukung kebijakan BRICS, yang diumumkan akhir pekan lalu. Tindakan ini, menurutnya, merupakan bagian dari tren lebih luas.

“Bagian dari tren yang lebih luas dari lebih dari 150 tindakan pembatasan perdagangan global sejak Januari,” jelasnya.

Ironisnya, pada saat yang sama, negara-negara G7 justru diproyeksikan akan memangkas bantuan pembangunan hingga 28 persen tahun depan. “Singkatnya, dalam konteks saat ini, ‘badai sempurna’ sedang terjadi,” ujar Coke-Hamilton.

Untuk mengatasi dampak tersebut, ia menyerukan penguatan perdagangan regional, peningkatan investasi dalam industri bernilai tambah, serta menjadikan pelaku usaha kecil sebagai prioritas kebijakan. “Menjadikan agenda usaha kecil sebagai agenda politik,” tegasnya.

Rubrik Sama :

Jerman Murka! Pesawatnya Diserang Laser China di Laut Merah

astakom, Jakarta – Pemerintah Jerman resmi memanggil Duta Besar China di Berlin setelah pesawat militer Jerman diduga diserang dengan sinar laser oleh kapal militer...

Palestina Taruh Harapan Besar ke Indonesia di Tengah Krisis Pertanian

Pemerintah Indonesia hadir bak secercah cahaya di tengah krisis yang melanda sektor pertanian Palestina akibat konflik berkepanjangan. Di tengah situasi yang penuh tantangan itu, Pemerintah Palestina menaruh harapan besar pada kerja sama strategis yang dijalin bersama Indonesia di bidang pertanian.

Indonesia Salurkan Bantuan 10.000 Ton Beras untuk Rakyat Palestina

Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan dukungan konkret bagi rakyat Palestina. Sebanyak 10.000 ton beras bantuan kemanusiaan resmi disalurkan kepada Palestina, sebagai bentuk solidaritas sekaligus respons terhadap krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di wilayah tersebut.

Presiden Prabowo Hadiri Sesi Pleno KTT BRICS

astakom, Rio de Janeiro – Presiden Prabowo Subianto menghadiri sesi pleno KTT BRICS, di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (6/7). Dalam forum strategis ini,...
Cover Majalah

Update