astakom, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan musim kemarau pada tahun ini tidak berlangsung seperti biasanya.
Pasalnya, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kemarau basah, yakni kondisi hujan tetap turun meskipun secara kalender seharusnya memasuki musim kemarau.
Baca juga
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa fenomena anomali curah hujan ini telah terjadi sejak Mei 2025 lalu, dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga Oktober 2025 mendatang.
“Hasil prediksi curah hujan bulanan menunjukkan bahwa anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei 2025 akan terus berlangsung, dengan kondisi curah hujan di atas normal terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers daring, dikutip astakom.com, Senin (7/7).
Ia menjelaskan, melemahnya Monsun Australia turut berkontribusi terhadap pemanasan suhu muka laut di selatan Indonesia, yang kemudian memicu peningkatan curah hujan.
Selain itu, faktor seperti gelombang Kelvin, belokan dan perlambatan angin di wilayah Jawa, serta labilitas atmosfer lokal, mempercepat pembentukan awan hujan.
BMKG menyatakan kondisi ini diperkuat oleh prediksi netralnya suhu muka laut di Samudra Pasifik (ENSO) dan Samudra Hindia (IOD) hingga akhir 2025.
Kondisi tersebut menyebabkan musim kemarau mengalami keterlambatan di banyak wilayah.
“Kemarau tahun ini akan mengalami kemunduran pada sekitar 29 persen Zona Musim (ZOM), terutama di wilayah Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT,” ungkap Dwikorita.
Data pemantauan hingga akhir Juni 2025 mencatat baru 30 persen wilayah yang memasuki musim kemarau, jauh di bawah kondisi normal yang mencapai 64 persen.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai potensi cuaca ekstrem di musim kemarau basah yang terjadi pada masa libur sekolah.
Aktivitas luar ruang harus tetap mempertimbangkan potensi hujan lebat yang dapat berujung pada bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan gangguan transportasi.