astakom, Jakarta – Sebuah manga lawas asal Jepang berjudul “The Future I Saw” kembali menjadi perbincangan hangat setelah disebut-sebut memprediksi bencana besar yang akan terjadi pada 5 Juli 2025. Walaupun tidak pernah diklaim sebagai karya ramalan resmi, isi cerita manga tersebut dipercaya oleh sebagian masyarakat hingga menyebabkan gelombang pembatalan perjalanan wisata ke Jepang, terutama dari kawasan Hong Kong, Makau, dan Taiwan.
Menurut laporan South China Morning Post (SCMP) pada 1 Juli 2025, Greater Bay Airlines mencatat adanya lonjakan permintaan pembatalan tiket tujuan Jepang pada awal Juli. Seorang juru bicara maskapai mengatakan bahwa banyak calon penumpang “takut terjadi bencana besar” pada tanggal tersebut, terutama gempa bumi atau tsunami.
Baca juga
The Future I Saw adalah manga karya Ryo Tatsuki, yang diterbitkan pada tahun 1999. Dalam komik tersebut, Tatsuki mengklaim bahwa dirinya mengalami mimpi-mimpi profetik yang menggambarkan berbagai bencana dan peristiwa penting di masa depan. Beberapa pembacanya percaya bahwa prediksi dalam manga itu telah terbukti, seperti gempa Kobe 1995, serangan 9/11, dan tsunami 2011 yang semuanya disebut-sebut pernah tergambar dalam mimpi sang komikus.
Mimpi lain dalam manga itu meramalkan bencana besar akan terjadi pada 5 Juli 2025. Meski tidak dijelaskan secara spesifik, tanggal tersebut kini viral kembali di media sosial dan menjadi sumber kecemasan kolektif.
Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency/JMA) dan para akademisi telah menyampaikan bahwa tidak ada dasar ilmiah untuk mempercayai prediksi dari manga.
“Teknologi saat ini belum memungkinkan untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi secara akurat, apalagi berdasar cerita fiksi,” tegas Prof. Kenji Nakamura dari Universitas Tokyo, seperti dikutip Astakom dari wawancaranya di NHK World News (2/7).
Sejumlah biro perjalanan di Asia Timur, termasuk di Hong Kong dan Taipei, melaporkan adanya penurunan drastis dalam pemesanan wisata ke Jepang untuk awal Juli. Beberapa bahkan mengaku menerima permintaan refund massal hanya karena alasan “ketakutan akan tanggal 5 Juli”.
Menurut Kyodo News, pemerintah Jepang melalui Kementerian Pariwisata telah mengeluarkan imbauan resmi agar publik tidak panik dan tetap mengandalkan informasi dari kanal resmi pemerintah terkait kondisi cuaca dan aktivitas seismik.
Fenomena ini dianggap sebagai contoh efek psikologi massa dalam era digital, di mana informasi fiktif dapat menyebar cepat melalui media sosial dan menimbulkan ketakutan kolektif.
“Ketika keyakinan kolektif bertemu dengan algoritma media sosial, ketakutan dapat meluas lebih cepat daripada fakta,” jelas Dr. Ayumi Hirose, sosiolog budaya dari Universitas Kyoto, dalam wawancaranya dengan The Japan Times (30/6).
Fenomena ini menunjukkan bahwa budaya populer seperti manga dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi nyata. Masyarakat diimbau untuk tetap kritis terhadap informasi viral, serta mengedepankan nalar dan sumber resmi saat menghadapi kabar-kabar yang belum terverifikasi.