Selasa, 1 Jul 2025
Selasa, 1 Juli 2025

Politisi PKB: MK Harusnya Konsisten, Jangan Langkahi Kewenangan DPR

astakom, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2024 tentang pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal bersifat paradoks.

Dalam putusan sebelumnya, MK telah memberi enam opsi model keserentakan pemilu. Putusan yang terbaru justru membatasi pada satu model keserentakan.

Menurut Khozin putusan MK No 135/PUU-XXII/2024 menunjukkan sisi paradoksal putusan MK. Karena putusan yang terbaru justru membatasi model keserentakan yang sebelumnya MK telah memberikan 6 alternatif pilihan.

“Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada 26 Februari 2020, MK telah memberi enam opsi keserentakan pemilu. Tapi putusan MK yang baru justru membatasi, ini paradoks,” kata Khozin dalam keterangan di Jakarta seperti dikutip astakom, Senin (30/6).

Menurut anggota DPR dari dapil Jatim IV (Jember dan Lumajang) ini, semestinya MK konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberi pilihan kepada pembentuk undang-undang (UU) dalam merumuskan model keserentakan dalam UU Pemilu.

“Bahwa UU Pemilu belum diubah pasca putusan 55/PUU-XVII/2019 tidak lantas menjadi alasan bagi MK untuk “lompat pagar” atas kewenangan DPR. Urusan pilihan model keserentakan pemilu merupakan domain pembentuk UU,” tegas Politisi Fraksi PKB ini.

Apalagi, kata Khozin, dalam pertimbangan hukum di angka 3.17 putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 secara tegas menyebutkan bahwa MK tidak berwenang menentukan model keserentakan pemilihan.

“Putusan 55 cukup jelas, MK dalam pertimbangan hukumnya menyadari urusan model keserentakan bukan domain MK, tapi sekarang justru MK menentukan model keserentakan,” sesal Khozin.

Pria yang kerap disapa Gus Khozin ini menyayangkan putusan MK yang bertolak belakang dengan putusan sebelumnya.

Menurut dia, dampak putusan ini akan berdampak secara konstitusional terhadap kelembagaan pembentuk UU (DPR dan Presiden), konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu, hingga persoalan teknis pelaksanaan pemilu.

“Implikasi putusan MK ini cukup komplikatif. Sayangnya, MK hanya melihat dari satu sudut pandang saja. Di sinilah makna penting dari hakim yang negarawan, karena dibutuhkan kedalaman pandangan dan proyeksi atas setiap putusan yang diputuskan,” tambah Khozin.

Ia menambahkan, DPR tentu akan menjadikan putusan terbaru MK menjadi bahan penting dalam perumusan perubahan UU Pemilu yang memang diagendakan segera dibahas di DPR. Menurutnya, DPR akan melakukan rekayasa konstitusional dalam desain kepemiluan di Indonesia.

“Dalam putusan MK sebelumnya meminta badan pembentuk UU untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui perubahan UU pemilu ini,” tandas Khozin.

Rubrik Sama :

Presiden Prabowo Resmikan Wisma Danantara Jadi Rumah Besar Pengelolaan Investasi Negara

astakom, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meresmikan Wisma Danantara Indonesia di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, pada Senin, (30/6). Peresmian ini menandai babak baru...

Komisi VII DPR Minta Kemenpar Optimalkan Manajemen Krisis Buntut Insiden Juliana di Gunung Rinjani

astakom, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Yoyok Riyo Sudibyo berharap peristiwa kecelakaan turis asal Brasil Juliana Marins (27) yang berujung kematian di...

HUT ke-79 Polri, DPR Dorong Penguatan SDM dan Transformasi Digital

Anggota Komisi III DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mendorong Polri untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) mereka agar semakin profesional dan responsif dalam melayani masyarakat.

Konflik Iran-Israel, Neraca Dagang Indonesia Tetap Stabil

Meski konflik bersenjata antara Iran dan Israel terus bereskalasi, aktivitas perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut masih berjalan normal dan bahkan menunjukkan surplus yang stabil.
Cover Majalah

Update