astakom, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Azis Subekti, menyoroti fenomena “pressure crossing” atau tekanan silang dalam sistem pemerintahan, khususnya terkait kebijakan kepegawaian seperti penerbitan pertimbangan teknis (pertek) dan proses pengangkatan ASN maupun PPPK.
Dalam rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri PAN-RB, Kemendagri, Kepala BKN, serta sejumlah kepala daerah, Azis menegaskan bahwa kebijakan pertek yang awalnya dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan karier ASN dan mencegah politisasi jabatan, kini justru kerap menimbulkan kebuntuan teknis di lapangan.
Baca juga
“Semangat awal pertek itu bagus, untuk memastikan kepala daerah tidak bertindak ugal-ugalan dan menjaga keberlanjutan karier ASN yang kompeten. Tapi jika terjadi benturan antara kebijakan pusat dan kebutuhan objektif di daerah, maka harus ada terobosan. Jangan sampai terjadi pressure crossing yang merugikan pelayanan publik,” ujar Azis.
Ia memberikan contoh bagaimana kepala daerah yang memahami kebutuhan organisasinya justru dibatasi oleh aturan teknis yang kaku, sehingga kesulitan dalam menempatkan pejabat yang sesuai.
Selain itu, Azis juga menyoroti lambannya implementasi kebijakan afirmatif dalam penyelesaian masalah tenaga honorer. Ia mendesak agar pemerintah pusat bersikap tegas dan konsisten, tanpa membuka ruang kompromi dalam pelaksanaan pengangkatan ASN dan PPPK.
“Kami di Fraksi Gerindra mendukung penuh enam butir kebijakan penyelesaian honorer yang sudah disampaikan pemerintah. Tapi kebijakan itu harus dilaksanakan tegas, tanpa main-main lagi. Kalau sudah ditetapkan pengangkatan paling lambat Juli dan Oktober, maka harus dilaksanakan,” tegasnya.
Azis mengingatkan bahwa ketidaktegasan pemerintah pusat dapat memunculkan masalah baru yang menumpuk dan berdampak pada stabilitas birokrasi nasional.
“Jangan sampai kebijakan yang sudah diumumkan tidak dijalankan. Itu akan menurunkan kehormatan lembaga negara. Harus ada sanksi jika ada yang melanggar,” pungkasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa dalam tata kelola pemerintahan, tidak ada pekerjaan yang selesai secara sempurna dalam sekali waktu. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus terus dikaji dan disempurnakan.