Senin, 6 Okt 2025
Senin, 6 Oktober 2025

Studi MIT Terbaru, ChatGPT Mungkin Mengikis Keterampilan Berpikir Kritis

Astakom, Jakarta – Sebuah studi baru dari para peneliti di Media Lab, Massachusetts Institute of Technology (MIT) telah menghasilkan beberapa hasil yang mengkhawatirkan.

Studi ini membagi 54 subjek – berusia 18 hingga 39 tahun dari wilayah Boston – menjadi tiga kelompok, dan meminta mereka untuk menulis beberapa esai SAT menggunakan ChatGPT milik OpenAI, mesin pencari milik Google, dan tidak menggunakan apa pun sama sekali.

Dikutip dari Times, Para peneliti menggunakan elektroensefalogram
(EEG) untuk merekam aktivitas otak para penulis di 32 wilayah, dan menemukan bahwa dari ketiga kelompok tersebut, pengguna ChatGPT memiliki keterlibatan otak terendah dan “secara konsisten berkinerja buruk pada tingkat saraf, bahasa, dan perilaku.”

“Selama beberapa bulan, pengguna ChatGPT menjadi lebih malas dengan setiap esai berikutnya, sering kali menggunakan teknik salin-tempel di akhir studi,” ujar Nataliya Kosmyna, seorang peneliti.

Menurut Kosmyna, hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Chatbot model bahasa besar (LLM) sebenarnya dapat membahayakan pembelajaran, terutama bagi pengguna yang lebih muda.

Meski belum ditinjau sejawatnya, Kosmyna merasa penting untuk merilis temuan tersebut guna meningkatkan kekhawatiran bahwa karena masyarakat semakin bergantung pada LLM untuk kenyamanan langsung, perkembangan otak jangka panjang dapat dikorbankan dalam prosesnya.

“Yang benar-benar memotivasi saya untuk mengeluarkannya sekarang sebelum menunggu tinjauan sejawat penuh adalah karena saya takut dalam 6-8 bulan, akan ada pembuat kebijakan yang memutuskan, ‘mari kita lakukan TK GPT.’ Saya pikir itu akan sangat buruk dan merugikan,” katanya. “Otak yang sedang berkembang berada pada risiko tertinggi.”

Menghasilkan ide
MIT Media Lab baru-baru ini mendedikasikan sumber daya yang signifikan untuk mempelajari berbagai dampak alat AI generatif. Studi dari awal tahun ini, misalnya, menemukan bahwa secara umum, semakin banyak waktu yang dihabiskan pengguna untuk berbicara dengan ChatGPT, semakin kesepian mereka.

Kosmyna, yang telah menjadi ilmuwan peneliti penuh waktu di MIT Media Lab sejak 2021, ingin secara khusus mengeksplorasi dampak penggunaan AI untuk pekerjaan sekolah, karena semakin banyak siswa yang menggunakan AI.

Jadi, ia dan rekan-rekannya menginstruksikan subjek untuk menulis esai 20 menit berdasarkan perintah SAT, termasuk tentang etika filantropi dan jebakan karena memiliki terlalu banyak pilihan.

Kelompok yang menulis esai menggunakan ChatGPT semuanya menyampaikan esai yang sangat mirip yang tidak memiliki pemikiran orisinal, mengandalkan ekspresi dan ide yang sama.

Dua guru bahasa Inggris yang menilai esai tersebut menyebut esai tersebut sebagian besar “tidak berjiwa.”

EEG mengungkapkan kontrol eksekutif dan keterlibatan perhatian yang rendah. Dan pada esai ketiga mereka, banyak penulis hanya memberikan perintah kepada ChatGPT dan membiarkannya melakukan hampir semua pekerjaan.

“Itu lebih seperti, ‘berikan saja esai itu kepada saya, perbaiki kalimat ini, edit, dan saya selesai,'” kata Kosmyna.

Sebaliknya, kelompok yang hanya menggunakan otak menunjukkan konektivitas saraf tertinggi, terutama pada pita alfa, theta, dan delta, yang terkait dengan ide kreativitas, beban memori, dan pemrosesan semantik.

Para peneliti menemukan bahwa kelompok ini lebih terlibat dan ingin tahu, serta menyatakan kepemilikan dan kepuasan yang lebih tinggi terhadap esai mereka.

Kelompok ketiga, yang menggunakan Google Search, juga menyatakan kepuasan tinggi dan fungsi otak aktif. Perbedaannya di sini penting karena banyak orang sekarang mencari informasi dalam chatbot AI, bukan melalui Google Search.

Setelah menulis tiga esai, subjek kemudian diminta untuk menulis ulang salah satu upaya mereka sebelumnya—tetapi kelompok ChatGPT harus melakukannya tanpa alat tersebut, sementara kelompok yang hanya menggunakan otak sekarang dapat menggunakan ChatGPT.

Kelompok pertama hanya mengingat sedikit esai mereka sendiri, dan menunjukkan gelombang otak alfa dan theta yang lebih lemah, yang kemungkinan mencerminkan proses pengabaian memori mendalam.

“Tugas tersebut dilaksanakan, dan dapat dikatakan bahwa tugas tersebut efisien dan mudah,” kata Kosmyna. “Namun seperti yang kami tunjukkan dalam makalah, pada dasarnya Anda tidak mengintegrasikannya ke dalam jaringan memori Anda.”

Sebaliknya, kelompok kedua menunjukkan kinerja yang baik, menunjukkan peningkatan konektivitas otak yang signifikan di seluruh pita frekuensi EEG. Hal ini memunculkan harapan bahwa AI, jika digunakan dengan tepat, dapat meningkatkan pembelajaran, bukannya menguranginya.

Ikuti perkembangan berita terkini ASTAKOM di GOOGLE NEWS

Feed Update

Review GadgetIn: iPhone 17 Pro Bawa Desain Baru dan Kamera Zoom Canggih

astakom.com, Jakarta - Antusiasme pecinta gadget di Indonesia kembali meningkat setelah kanal teknologi populer, GadgetIn, merilis video unboxing sekaligus review awal iPhone 17 dan...

Apresiasi Techno Fest Turki 2025, Menperin: Bangkitkan Semangat Anak Muda atas Sains, Teknologi dan Industri

astakom.com, Jakarta – Menteri Perindustrian (Menperin) Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan festival teknologi berskala internasional yang menampilkan kemajuan teknologi Turki....

Apple Resmi Luncurkan iPhone Terbaru, Tipe 17 Air Jadi Sorotan Utama

astakom.com, Jakarta - Apple kembali mencuri perhatian dunia teknologi dengan meluncurkan seri terbaru iPhone 17 pada 9 September 2025. Peluncuran ini menegaskan posisi Apple...

Satelit Terbesar di Asia Tenggara N5: Dari Bumi ke Langit, Demi Indonesia yang Terkoneksi

astakom.com, Jakarta – Tepat pukul 08.56 WIB, 12 September 2025, Indonesia kembali mencatatkan sejarah. Satelit Nusantara Lima (N5) resmi meluncur dari Cape Canaveral, Florida,...

Google Gemini 2.5 Flash Image Bikin Tren Action Figure AI Meledak di Medsos

astakom.com, Jakarta - Media sosial belakangan ini ramai dipenuhi dengan tren baru: action figure digital buatan AI. Banyak kreator memamerkan figur miniatur hiper-realistis yang...

Tim Ekspedisi Riset Laut Rekam Data Seismik dan Elektromagnetik di Samudra Hindia

astakom.com, Jakarta – Sejumlah periset asal Indonesia dan China berkolaborasi melakukan ekspedisi merekam data seismik dan elektromagnetik di Samudra Hindia dengan menggunakan kapal riset...

Viral