astakom, Bangkok – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang aktif mentransformasikan prinsip etika dan inklusivitas kecerdasan artifisial (AI) ke dalam kerangka regulasi konkret.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana teknologi AI dapat diimplementasikan secara etis dalam berbagai sektor. Misalnya, di sektor kesehatan, AI dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit dengan lebih akurat dan cepat, namun harus tetap mengedepankan privasi data pasien dan transparansi dalam pengambilan keputusan.
Baca juga
Hal ini disampaikan Nezar dalam UNESCO Global Forum on the Ethics of Artificial Intelligence (AI) di Bangkok, Thailand, Selasa (24/6).
Nezar juga menambahkan bahwa pengembangan AI yang etis dapat membawa dampak positif bagi masyarakat. Dengan memanfaatkan AI, pemerintah dapat meningkatkan pelayanan publik, seperti dalam sistem transportasi yang lebih efisien dan pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik.
Berbicara di depan para menteri dan pejabat tinggi negara anggota UNESCO dalam forum Ministerial Session bertajuk “Dialogue on International Cooperation on AI”, Nezar menyampaikan bahwa Indonesia tidak hanya mendukung secara normatif UNESCO Recommendation on the Ethics of AI (2021), tetapi juga telah mengambil sejumlah langkah substantif dan terukur untuk menerapkannya di tingkat nasional.
Dalam menghadapi tantangan global, Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara lain dalam mengembangkan kebijakan AI yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui forum internasional ini, Indonesia juga berharap dapat berbagi pengalaman dan praktik terbaik dengan negara lain, sehingga kolaborasi dapat terjalin dengan baik.
“Indonesia telah mengintegrasikan prinsip-prinsip etika dan inklusivitas AI UNESCO ke dalam penyusunan kebijakan dan tata kelola secara nyata, integrasi tersebut termasuk pengembangan strategi nasional AI untuk kemudian segera dilanjutkan dengan penerbitan regulasi AI dalam waktu dekat ini,” ujar Nezar.
Selain itu, Nezar memberikan contoh konkret mengenai penerapan prinsip etika dalam AI. Dia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan teknologi AI, agar hasil yang dihasilkan dapat bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat.
Secara lebih rinci, langkah-langkah integrasi yang telah dilakukan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Nezar, yaitu:
Dari langkah-langkah yang telah dijelaskan, dapat dilihat bahwa Indonesia serius dalam mengintegrasikan etika dalam pengembangan AI. Hal ini mencakup pelatihan sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menerapkan teknologi AI secara bertanggung jawab.
- Mengembangkan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial berbasis etika, yang kini memasuki tahap akhir penyusunan dengan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan
- Menuntaskan Penilaian Kesiapan AI Nasional (AI-RAM), yang digunakan untuk memetakan potensi dan tantangan pengembangan AI di berbagai sektor di Indonesia
- Menerbitkan Surat Edaran Menteri tentang Etika AI, yang digunakan sebagai rujukan awal bagi interim untuk pelaku industri dan sektor publik
- Menjadikan kerangka hukum nasional seperti UU PDP dan UU ITE sebagai pilar legal untuk perlindungan data dan etika pemrosesan informasi berbasis AI.
Dalam forum tersebut, Nezar juga menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi negara-negara berkembang ketika menyusun tata kelola AI, yaitu keseimbangan regulasi dan inovasi, keterbatasan kapasitas SDM digital, dan kesenjangan infrastruktur dengan standar teknis antar regional.
Keseimbangan antara regulasi dan inovasi menjadi sangat penting. Regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi, sementara regulasi yang terlalu longgar dapat menyebabkan penyalahgunaan teknologi. Oleh karena itu, dialog terus menerus antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Untuk itu, Nezar menegaskan kembali pentingnya kerja sama negara-negara selatan untuk menjawab tantangan bersama.
Kerja sama antar negara selatan dapat menciptakan sebuah jaringan dukungan yang kuat dalam menghadapi tantangan AI. Dengan berbagi sumber daya, pengetahuan, dan teknologi, negara-negara ini dapat bersama-sama membangun ekosistem AI yang lebih baik dan inklusif.
“Bagi Indonesia, kerja sama internasional, terutama global south, bukan hanya soal berbagi teknologi, tetapi yang paling mendasar adalah berbagi tanggung jawab untuk AI yang etis dan inklusif. Kita juga harus memastikan tidak ada satu pun negara yang tertinggal dalam transisi AI yang transformatif,” tandas Nezar dalam keterangan resmi dikutip astakom.com, Rabu (25/6).
Nezar juga menekankan bahwa dengan adanya teknologi AI yang etis, masyarakat dapat lebih percaya kepada pemerintah dalam hal penggunaan data pribadi. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik yang sangat diperlukan dalam era digital saat ini.
Forum dialog antarkementerian ini merupakan bagian dari rangkaian agenda UNESCO yang berlangsung pada 24–27 Juni 2025 di Bangkok.
Pada forum ini berhimpun para pemimpin dunia, pakar di bidang AI, industri, dan akademisi untuk meninjau kemajuan tata kelola AI di negara masing-masing sejak diterbitkannya Rekomendasi UNESCO 2021 tentang Etika AI yang telah diadopsi oleh lebih dari 194 negara.
Selama forum berlangsung, para peserta juga berdiskusi tentang potensi dampak AI terhadap ekonomi global. AI memiliki kemampuan untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat menimbulkan tantangan baru seperti pengangguran akibat otomatisasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang matang untuk mengantisipasi dampak tersebut.