astakom, Yogyakarta – Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menegaskan pentingnya penguatan nilai-nilai Pancasila dalam menjaga ketahanan ideologi, hukum, dan sosial budaya bangsa. Komitmen ini diwujudkan melalui Seminar Nasional bertajuk “Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Memperkuat Ketahanan Ideologi, Hukum, dan Sosial Budaya Bangsa”, yang diselenggarakan pada Kamis (19/6)lalu.
Seminar ini diinisiasi oleh Mahasiswa Doktor Ilmu Ketahanan Nasional Angkatan 2024, dan menghadirkan sejumlah akademisi serta tokoh pemikir kebangsaan. Salah satu pembicara utama adalah Guru Besar Antropologi UGM, Prof. Heddy Shri Ahimsa-Putra.
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
Dalam paparannya, Prof. Heddy menekankan bahwa Pancasila harus terus dirawat dan diperkuat sebagai landasan utama kehidupan berbangsa, terutama di tengah berbagai tantangan global dan domestik saat ini. Ia juga memberikan apresiasi kepada tokoh-tokoh yang konsisten mengarusutamakan Pancasila, seperti cendekiawan Yudi Latif.
“Upaya penguatan Pancasila sangatlah penting dan patut kita pelihara. Pak Yudi Latif adalah salah satu tokoh sentral dalam gerakan ini,” ujarnya.
Namun, Heddy juga mengkritisi bahwa sejumlah nilai dalam Pancasila masih bersifat abstrak dan belum sepenuhnya dioperasionalkan dalam kehidupan nyata. Menurutnya, hal ini menyebabkan nilai-nilai Pancasila belum berdampak nyata pada perilaku masyarakat.
“Ada beberapa nilai dasar dalam Pancasila yang masih belum tepat implementasinya. Nilai-nilai ini masih abstrak, belum sepenuhnya operasional,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa agar Pancasila tidak hanya menjadi simbol ideologis semata, maka nilai-nilainya perlu dijadikan paradigma yang membumi dan aplikatif. “Nilai-nilai Pancasila harus mampu menjadi kerangka berpikir dan bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selama masih abstrak, dampaknya terhadap masyarakat akan minim,” katanya.
Lebih jauh, Heddy menyampaikan bahwa baik masyarakat maupun penyelenggara negara belum sepenuhnya memahami Pancasila sebagai paradigma utuh yang bisa diterapkan lintas sektor.
“Kita belum menjadikan Pancasila sebagai paradigma yang utuh. Kita sering menyebutnya, tapi belum sepenuhnya memahami maknanya secara menyeluruh,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa nilai-nilai Pancasila belum secara nyata tercermin dalam berbagai sektor strategis, seperti kelautan dan pertambangan. Padahal, jika nilai-nilai tersebut telah dirumuskan secara konkret dalam kebijakan negara, maka pelaksanaannya tinggal menjadi tanggung jawab teknis para menteri.
“Dalam sektor seperti kelautan dan pertambangan, nilai-nilai Pancasila belum benar-benar terimplementasi. Padahal, jika sudah dirumuskan dengan baik, pelaksanaan teknisnya tinggal mengikuti. Sayangnya, hingga kini nilai-nilai itu belum dioperasionalkan secara tepat,” tambahnya.
Sementara itu, Kaprodi Ketahanan Nasional UGM, Prof. Armaidy Armawi, menyampaikan bahwa Program Studi Ketahanan Nasional bertujuan untuk menghasilkan lulusan magister yang berkepribadian cendekiawan, religius, humanis, dan nasionalis.
“Lulusan kami diharapkan mampu menciptakan iklim penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Mereka juga diharapkan mampu berkontribusi dalam membangun integrasi sosial dan kebudayaan Indonesia, berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai kemanusiaan,” jelasnya.
Seminar ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai landasan konkret, tidak hanya dalam wacana, tetapi juga dalam tindakan dan kebijakan nyata di berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebanyak 254 institusi pendidikan dan instansi pemerintahan dari seluruh Indonesia turut serta dalam Seminar Nasional bertajuk “Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Memperkuat Ketahanan Ideologi, Hukum, dan Sosial Budaya Bangsa” yang diselenggarakan pada Kamis, 19 Juni 2025. Acara ini digelar secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung melalui YouTube, sehingga menjangkau peserta dari berbagai pelosok Tanah Air.
Seminar ini diikuti oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Digital, serta Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Partisipasi aktif juga datang dari lembaga-lembaga strategis seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Mabes TNI, TNI AD, AL, dan AU, Akademi Kepolisian (Akpol), Akademi Militer (Akmil), hingga Universitas Pertahanan RI (Unhan).
Lebih dari 100 perguruan tinggi negeri dan swasta, seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Sriwijaya, Universitas Jambi, Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Universitas Andalas, Universitas Gunadarma, Universitas Tadulako, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, dan Universitas Indraprasta PGRI, turut ambil bagian.
Tidak hanya dari jenjang perguruan tinggi, partisipasi juga datang dari sekolah-sekolah menengah seperti SMP Negeri 4 Bodeh, SMPN 7 Rantau Bayur, SMAN 19 Garut, SMK Negeri 4 Bojonegoro, hingga MAS Sirnarasa. Selain itu, sejumlah institusi kesehatan dan pemerintahan daerah seperti UPTD Puskesmas Watukenongo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, serta Pemerintah Kabupaten Musi Rawas dan Kota Pasuruan juga memberikan kontribusi.
Tak ketinggalan, berbagai komunitas dan organisasi masyarakat, seperti Komunitas Pancasila Dasar “NKRI Bukan Pilar”, PROPAS DPP Jakarta, dan Badan Kesbangpol DIY, turut meramaikan diskusi yang menyoroti pentingnya memperkuat nilai-nilai dasar bangsa di tengah tantangan global saat ini.
Seminar yang didukung astakom.com, ini bertujuan untuk menggali kembali makna luhur Pancasila sebagai dasar negara, serta memperkuat ketahanan nasional dari aspek ideologi, hukum, hingga sosial budaya. Melalui sinergi antara akademisi, praktisi, aparatur negara, dan masyarakat, diharapkan Pancasila tidak hanya menjadi dokumen sejarah, melainkan juga pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang aktual dan relevan