astakom, Jakarta – Eskalasi konflik antara Iran dan Israel kian memanas dan tak hanya mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga berpotensi mengguncang ekonomi global, termasuk Indonesia.
Ketegangan meningkat tajam setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6) waktu setempat.
Baca juga
Aksi militer ini dinilai sebagai eskalasi paling serius dalam konflik bersenjata antara Iran-Israel, sekaligus memperluas ketegangan ke ranah geopolitik global.
Pakar Ekonomi Politik Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Faris Al-Fadhat, menilai bahwa konflik ini bisa berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia, yang dalam hal ini adalah sektor perdagangan.
“Konflik ini bukan hanya ancaman politik dan keamanan, tetapi juga berdampak ekonomi,” ujar Prof. Faris, dikutip astakom.com, Minggu (22/6).
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, realisasi ekspor Indonesia ke Iran pada periode Januari-April 2025 mencapai 65,6 juta USD. Sedangkan impor dari Iran tercatat sebesar 4,6 juta USD.
Meski nilai perdagangan Indonesia dengan Iran tergolong kecil, namun dampaknya tetap signifikan. Pasalnya, gangguan ekspor ke Iran berpotensi menghambat aktivitas produksi nasional.
“Jika pasokan dari Iran terganggu, termasuk untuk produk yang biasa diekspor dari Indonesia, maka rantai pasok domestik akan ikut terdampak,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Faris menyoroti tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor energi dari negara-negara di kawasan Timur Tengah, yang selama ini menyumbang sekitar 30 persen dari total produksi minyak global.
Dari data Kemendag RI, perdagangan energi Indonesia dengan Qatar tercatat mencapai 680 juta USD. Sementara dengan Arab Saudi mencapai 800 juta USD.
“Jika konflik memburuk dan menyeret kedua negara itu, Indonesia bisa terdampak lebih besar, terutama pada sektor energi yang sangat krusial,” jelasnya.