astakom, Makassar – Di tengah rapat paripurna DPRD Kota Makassar, suara lantang dari Fraksi Partai Gerindra, lewat wakilnya Idris.
Tampil tidak sekadar mengusulkan, tetapi memperjuangkan apa yang ia sebut sebagai keadilan bagi warga yang selama ini hidup di bawah bayang-bayang kebijakan warga Kecamatan Manggala dan tenaga kontrak yang dirumahkan.
Baca juga
“Terkait program sampah gratis, kami mengusulkan agar Kecamatan Manggala, khususnya yang terkena dampak lingkungan, dibebaskan dari retribusi sampah,” tegas Idris dalam keterangannya yang diterima astakom, Kamis (19/6).
Usulan tersebut bukan sekadar tuntutan layanan, melainkan simbol keberpihakan pada keadilan ekologis. Kecamatan Manggala, yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA), telah lama ‘menanggung beban’ lingkungan demi kenyamanan kota, namun ironisnya tetap diwajibkan membayar retribusi pengangkutan sampah.
Idris menyuarakan hal itu dengan nada yang menyiratkan kritik terhadap ketimpangan yang sering terbungkus dalam kebijakan publik yang tampak netral.
Di sisi lain, Gerindra juga menyentil sisi lain dari kegelisahan masyarakat, nasib tenaga kontrak yang sempat dirumahkan oleh Pemerintah Kota Makassar sejak akhir 2024.
Isu ini tidak hanya menyentuh lapisan ekonomi masyarakat, tetapi juga menyentil harga diri dan harapan para pengabdi birokrasi.
“Kami meminta pemerintah bertanggung jawab atas tenaga kontrak yang telah mengabdi. Pemberdayaan harus berbasis keahlian,” ujar Idris, menyindir sistem rekrutmen yang selama ini lebih menonjolkan aspek administrasi dan relasi politik.
Menurutnya, pemulihan nasib tenaga kontrak tidak cukup dengan reaktivasi sepihak, melainkan perlu dilakukan dengan peta jalan pemberdayaan berbasis kompetensi.
Melalui dua isu tersebut, Fraksi Gerindra tampil sebagai suara dari mereka yang sering berada di “pinggir sistem” warga yang tinggal dekat TPA dan pegawai kontrak yang hilang pekerjaan dalam senyap. Sebuah intervensi politik yang membumi, di saat banyak isu terseret dalam pusaran retorika tanpa substansi