astakom, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) terus memperluas target penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kali ini BGN mengembangkan kerja sama dengan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
“Saya kira ini adalah tindak lanjut MoU yang sedang kita susun. NU ini adalah salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, jadi harus menjadi pondasi yang kuat dalam Program Makan Bergizi Gratis,” ujar Kepala BGN, Dadan Hindayana usai bertemu dengan Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf di Kantor BGN, Jakarta, Selasa (17/6).
Baca juga :
Tidak ada rekomendasi yang ditemukan.
Dadan menyatakan, keterlibatan NU sangat strategis karena sebagian besar pesantren di Indonesia berada dalam jejaring NU. Pemenuhan gizi bagi santri melalui MBG diyakini akan berdampak langsung terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia nasional.
Hingga saat ini, NU telah mengoperasikan lebih dari 114 dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi bagian dari skema distribusi. BGN mendorong agar jumlah tersebut bisa ditingkatkan hingga 1.000 dapur SPPG, khususnya di lingkungan pesantren NU.
“NU sendiri sampai sekarang melaporkan telah mendapatkan lebih dari 114 (dapur SPPG), nanti akan mengejar target 1.000. Saya ingin minimal NU (bangun dapur SPPG) 1.000 sehingga memudahkan pekerjaan Badan Gizi Nasional. Minimal untuk daerah pesantren itu, Badan Gizi Nasional sudah melepaskan ke NU sepenuhnya,” harapnya.
Dengan keberadaan dapur SPPG di lingkungan pondok pesantren akan memberikan manfaat jangka panjang, tidak hanya dari sisi pemenuhan gizi tetapi juga dalam aspek keberlanjutan ekonomi.
“Kami berharap nanti dengan adanya SPPG di pesantren, keberlanjutan hidup dari pesantren akhirnya menjadi lebih baik karena mendapatkan pasokan dana rutin untuk operasional dan lain-lain,” ucap Dadan, dalam keterangan resmi dikutip astakom.com, Rabu (18/6).
Selain mencukupi kebutuhan gizi santri, Program MBG juga membuka peluang pendidikan kewirausahaan dan kemandirian pangan di lingkungan pondok pesantren.
“Paling penting lagi menguasai rantai pasok di mana santri-santri bisa diedukasi oleh pimpinan pengurus pondok pesantren untuk memanfaatkan sumber daya lokal, tanah-tanah yang subur yang selama ini tidak dimanfaatkan bisa digunakan oleh santri,” kata Dadan.
“Setelah shalat subuh, setelah ngaji, mereka dua jam turun ke lapangan membangun ekosistem dan rantai pasokan untuk kebutuhan makan santri itu sendiri. Kita berharap, ekonomi akan bergerak di wilayah pondok pesantren,” imbuh Dadan.
Kerja sama ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Program MBG bukan hanya soal makanan, tetapi tentang pembangunan SDM, pendidikan karakter, dan kemandirian ekonomi berbasis komunitas.