astakom, Jakarta– Tim Penuntut Umum Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung melakukan penyitaan terhadap uang senilai Rp11,88 triliun dalam perkara dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022.
Penyitaan dilakukan setelah lima terdakwa korporasi mengembalikan dana kerugian negara secara penuh ke rekening penampungan milik JAM PIDSUS di Bank Mandiri.Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar SH menjelaskan , kelima korporasi tersebut adalah, PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Baca juga
Para terdakwa masing-masing didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Meski pada tingkat pertama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan para terdakwa korporasi lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), Tim Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ucap Harli pada astakom.com.
Dalam hal ini salah satu langkah strategis yang diambil adalah menyertakan bukti penyitaan uang Rp11,8 triliun sebagai bagian dari tambahan memori kasasi. Tujuannya adalah agar Mahkamah Agung mempertimbangkan jumlah tersebut sebagai kompensasi atas kerugian negara apabila terbukti terjadi tindak pidana korupsi.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta kajian dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), total kerugian negara mencapai Rp11.880.351.802.619, yang terdiri dari kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal (illegal gain), dan kerugian terhadap perekonomian nasional,” ujar Harli.
Rincian kerugian dari masing-masing korporasi,
PT Multimas Nabati Asahan: Rp3,99 triliun.
PT Multi Nabati Sulawesi: Rp39,75 miliar.
PT Sinar Alam Permai: Rp483,96 miliar.
PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57,3 miliar.
PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,3 triliun.
Penyitaan dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Juni 2025. Tindakan ini didasarkan pada Pasal 39 ayat (1) huruf a juncto Pasal 38 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai bagian dari proses pembuktian dalam pemeriksaan kasasi.
Penyitaan ini menjadi penting dalam rangka memastikan uang negara yang telah dikembalikan tidak serta-merta dianggap selesai, melainkan menjadi bukti bahwa perbuatan korupsi benar-benar menimbulkan kerugian riil terhadap perekonomian negara.
Kini, proses kasasi di Mahkamah Agung menjadi kunci apakah pengembalian uang tersebut akan berdampak pada putusan akhir terhadap kelima korporasi raksasa sawit tersebut, kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung tersebut. (hdn)