astakom, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) kembali menegaskan komitmennya dalam mendorong transformasi digital dan pengembangan ekosistem Kecerdasan Buatan (AI) yang inovatif dan bertanggung jawab.
Dalam kesempatan London Tech Week 2025, Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, melakukan pertemuan bilateral strategis dengan Emran Mian, Direktur Jenderal Teknologi Digital dan Telekomunikasi di Departemen Ilmu Pengetahuan, Inovasi, dan Teknologi (DSIT) Inggris, Selasa (10/6).
Baca juga
Pertemuan ini menjadi platform bagi kedua negara untuk saling berbagi pengalaman dan praktik terbaik dengan fokus utama diskusi mencakup pembangunan infrastruktur AI yang tangguh, pengembangan talenta digital yang kompeten.
Selain itu juga sebagai momen penyusunan kerangka regulasi yang adaptif guna memastikan pemanfaatan AI yang aman, etis, dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Pertemuan ini sangat berharga untuk bertukar pandangan dan belajar dari pengalaman Inggris dalam mengembangkan ekosistem digital yang maju, khususnya di bidang AI,” ujar Wamen Nezar Patria.
“Kami berkomitmen untuk memperkuat kerja sama yang saling menguntungkan, terutama dalam menghadapi tantangan dan peluang AI di masa depan,” imbuhnya, seperti dikutip astakom.com dalam keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut, Nezar mengungkapkan, fokus utama pertemuan tersebut membahas tiga persoalan: infrastruktur, talenta, dan tata kelola AI.
Delegasi Komdigi terlibat dalam diskusi mendalam mengenai prioritas nasional masing-masing negara dalam pengembangan AI.
”Mereka menginvestasikan lebih dari £1 miliar selama empat tahun, untuk riset komputasi AI dan pembangunan pusat data berskala besar. Indonesia juga memprioritaskan pembangunan pusat data, chip AI, dan peningkatan daya komputasi melalui kolaborasi lintas sektor,” jelas Nezar.
Terkait pengembangan talenta digital, menurut Nezar, Indonesia menghadapi tantangan besar dengan kebutuhan sekitar 9 juta talenta pada tahun 2030.
Inggris membagikan program komprehensif mereka, mulai dari menumbuhkan minat anak sekolah terhadap teknologi, pendanaan program magister dan PhD, hingga pelatihan bagi pekerja yang sudah ada untuk beradaptasi dengan perubahan pekerjaan akibat AI.
Kedua negara juga sepakat tentang pentingnya kerangka tata kelola AI yang kuat. Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Menteri tentang Etika AI dan sedang menyusun regulasi AI yang lebih komprehensif.
Inggris, melalui Institut Keamanan AI (AI Security Institute), berfokus pada pemahaman ilmiah tentang risiko AI canggih dan berbagi temuan ini secara internasional, termasuk melalui Laporan Keamanan AI Internasional yang melibatkan panelis dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Diskusi juga menyoroti kecepatan adopsi AI di Indonesia yang sangat agresif, di mana 80 persen masyarakat memandang AI membawa manfaat.
Namun, kecepatan ini juga membawa risiko disrupsi tenaga kerja, terutama di sektor media dan penyiaran, serta potensi penyalahgunaan AI untuk misinformasi dan konten berbahaya.
Inggris juga menjelaskan pendekatan regulasi sektoral mereka, yang berbeda dari regulasi menyeluruh di Uni Eropa.
Mereka fokus pada regulasi perlindungan data dan Undang-Undang Keamanan Daring (Online Safety Act), yang memberikan wewenang kepada regulator untuk memastikan perusahaan platform bertanggung jawab atas konten ilegal dan berbahaya.
“Kami menyadari pesatnya adopsi AI di Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi dengan Inggris menjadi sangat penting untuk belajar bagaimana menyeimbangkan inovasi dengan mitigasi risiko, terutama terkait disrupsi sosial dan penyebaran konten negatif,” tambah Wamen Nezar.
Indonesia menegaskan pendekatan terbuka terhadap penggunaan model AI dari berbagai negara, selama sesuai dengan regulasi dan nilai-nilai nasional.
Kedua belah pihak sepakat untuk terus memperdalam kolaborasi, termasuk eksplorasi inisiatif bersama untuk mempertemukan talenta dan inovator dari Inggris dan Indonesia.
Kunjungan ini menandai langkah signifikan dalam memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Inggris di bidang AI. Diharapkan kolaborasi ini akan menciptakan ekosistem AI yang berkelanjutan, aman, dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat kedua negara.