astakom, Jakarta — Malam itu, langit Jakarta Selatan diselimuti mendung tipis, tapi semangat warga tak surut. Saya duduk bersama beberapa teman, menatap layar lebar yang menyiarkan langsung laga Indonesia vs China dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026. Suasana tegang, harapan menggantung di udara—kami semua menunggu keajaiban dari Timnas Garuda.
Pertandingan berjalan intens. Lalu datang momen itu—Ricky Kambuaya, gelandang tangguh Indonesia, dijatuhkan di kotak penalti. Wasit menunjuk titik putih. Kami terdiam sejenak, menahan napas.
Di saat yang bersamaan, dari arah mushola kecil di sudut gang, suara takbir mulai menggema. “Allahu Akbar, Allahu Akbar…”—lantunan suci menyambut datangnya Idul Adha mulai terdengar bersahutan.
Takbir di langit Jakarta dan langkah pasti eksekutor di lapangan bertemu dalam satu harmoni magis.
Tendangan dilepaskan—GOOOL! Stadion bergemuruh, rumah-rumah ikut bersorak, dan di antara suara sorai manusia, gema takbir tetap mengalun, melengkapi malam kemenangan sementara.
Itu bukan sekadar gol pertama Indonesia ke gawang China. Bagi saya, itu adalah momen spiritual, saat semangat juang dan kekuatan doa menyatu, membawa harapan bangsa lebih dekat ke panggung dunia.