astakom, Jakarta – Sekolah Rakyat bukan sekadar proyek pembangunan gedung, tapi wujud nyata dalam membangun harapan bagi jutaan warga miskin di Indonesia.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono saat menghadiri acara ‘Double Check PCO x Gempita’ di Toety Heraty Museum, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Ini bukan sekadar bangun gedung sekolah. Ini membangun harapan,” ujar Agus dalam keterangan resminya yang dikutip astakom.com, Senin (26/5).
Dia pun bercerita bagaimana respons masyarakat begitu kuat ketika program sekolah rakyat yang merupakan gagasan bijak Presiden Prabowo Subianto ini disosialisasikan.
“Waktu kita sosialisasi di Temanggung, seorang ibu sampai menangis di depan Pak Menteri Sosial. Bukan karena sekolahnya megah, tapi karena anaknya yang dulu putus sekolah sekarang punya harapan lagi,” singkatnya bercerita.
Agus pun menyampaikan, bahwa membangun sekolah rakyat merupakan salah satu dari tiga tugas utama pihaknya di Kementerian Sosial (Kemensos).
Sekolah Rakyat, kata dia, dirancang sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat miskin dan miskin ekstrem terhadap akses pendidikan yang setara.
Pemerintah bahkan telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 yang mewajibkan semua kementerian dan lembaga menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai dasar penyusunan program.
“Kita tahu sekarang ada sekitar 24 juta orang miskin, 3,17 juta di antaranya miskin ekstrem. Mayoritas dari mereka buruh tani di pedesaan, penghasilan cuma 1,5 sampai 2 juta sebulan, harus ngidupin 4-6 orang. Gimana mereka mau nyekolahin anak?” ujarnya.
“Kita ingin anak-anak dari keluarga miskin ini punya rasa percaya diri. Mereka bukan beban negara. Mereka masa depan Indonesia,” tegasnya.
Melalui Sekolah Rakyat, Kemensos ingin mendorong transformasi dari bantuan pasif menuju pemberdayaan aktif. Sebab pada dasarnya dalam melaksanakan program Sekolah Rakyat, harus ada kolaborasi dari semua pihak, baik pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dunia usaha, maupun masyarakat sipil.
“Tanpa itu, semangat pemberdayaan tidak akan tumbuh berkelanjutan,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat perlu dibantu untuk keluar dari zona nyaman sebagai penerima bantuan. “Saya tidak ingin bangsa ini mentalnya mental inlander. Kita bangsa besar. Harus berani bermimpi besar dan bangkit. Berdaya itu artinya produktif. Kalau dia mau kerja, kasih lapangan kerja. Mau usaha, kasih lapangan usaha,” tegasnya.
Ia juga mencontohkan keberhasilan program pemberdayaan di sejumlah daerah. Di Malang salah satunya, ada sekitar 500 keluarga telah berhasil menyelesaikan pendidikan, dan berhasil keluar dari program bantuan sosial.
Kini Kemensos juga memanfaatkan aset negara seperti sentra untuk dijadikan ruang belajar. Sesuai arahan Presiden Prabowo, sebanyak 100 Sekolah Rakyat ditargetkan beroperasi pada Juli 2025.