astakom, Moskow – Pertemuan hangat antara Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi sorotan dunia pada hari Jumat (9/5).
Kedua pemimpin tersebut bertemu di Kremlin dalam momen penuh simbolisme dan pesan geopolitik yang kuat.
Baca juga
Di tengah peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, keduanya menunjukkan solidaritas dalam menghadapi dominasi Amerika Serikat dan membentuk ulang tatanan dunia multipolar.
Dalam prosesi penyambutan yang megah, Xi dan Putin saling mendekat di aula resepsi Kremlin yang luas, dengan jarak dramatis yang memberi ruang bagi lensa kamera internasional menangkap setiap detail senyuman, lambaian tangan, dan jabat erat dua pemimpin dunia yang kini semakin solid.
Pertemuan ini bukan sekadar seremoni, bagi Putin yang menghadapi isolasi internasional akibat invasi Rusia ke Ukraina, Xi adalah sekutu penting dengan kekuatan ekonomi dan pengaruh diplomatik yang besar.
Mahkamah Pidana Internasional bahkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin, memperdalam jurang keterasingan Rusia dari Barat.
Namun kehadiran Xi menunjukkan bahwa Moskow belum kehilangan semua teman.
Xi berada di Moskow untuk menghadiri parade Hari Kemenangan Rusia yang digelar di Lapangan Merah, memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman.
Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 20 pejabat asing, termasuk pemimpin dari Kuba, Venezuela, Mongolia, dan negara-negara lain yang memiliki hubungan erat dengan Rusia dan Tiongkok.
Dari benua Eropa, hanya dua pemimpin yang hadir: Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan Perdana Menteri Slovakia Robert Fico.
Ketidakhadiran para pemimpin Eropa Barat menjadi sinyal kuat keterbelahan geopolitik global saat ini.
Pertemuan ini sekaligus mempertegas ambisi Beijing dan Moskow untuk menantang hegemonisme Amerika Serikat, baik dalam bidang militer, ekonomi, maupun diplomasi.
Xi dan Putin tampak ingin memimpin poros kekuatan alternatif yang memperjuangkan tatanan dunia baru yang lebih multipolar dan berimbang.
Dengan latar belakang bendera berkibar, dentuman artileri kehormatan, dan parade militer besar-besaran, momentum ini tak hanya memperingati sejarah, tetapi juga menggambarkan arah masa depan aliansi strategis antara Tiongkok dan Rusia di tengah ketegangan geopolitik yang terus memanas.