astakom, Den Haag – Menteri Luar Negeri RI Sugiono hadir di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ), Den Haag, Kerajaan Belanda (30/4).
Pada kesempatan baik tersebut, Menlu menyoroti Israel yang tidak memenuhi kewajiban internasionalnya sebagai anggota PBB dan Occupying Power. Hal itu merupakan pelanggaran berat hukum internasional.
Baca juga
“Ketidakmauan Israel melaksanakan kewajiban hukumnya telah menyebabkan rakyat Palestina tidak dapat melaksanakan hak untuk menentukan nasib sendiri,” tegas Menlu.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam persidangan Fatwa Hukum (Advisory Opinion) terkait Kewajiban Israel kepada Aktivitas PBB, Organisasi Internasional dan Negara Ketiga di Wilayah Pendudukan Palestina.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pelanggaran yang terus menerus dilakukan oleh Israel dan keengganan Israel memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional telah menimbulkan pertanyaan mengenai kelayakannya untuk disebut sebagai negara yang ‘cinta damai’.
“Hal itu merupakan prasyarat keanggotaan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Piagam PBB”, kata Menlu Sugiono.
Fatwa Hukum dari Mahkamah Internasional akan memberikan pedoman yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat internasional dalam menyelesaikan isu Palestina.
“Termasuk menyelesaikan bencana kemanusiaan terbesar abad ini,” imbuh Menlu seraya menegaskan pentingnya Fatwa Hukum dari ICJ.
Sebagai informasi, Majelis Umum PBB, melalui resolusi Nomor 79/232, telah meminta ICJ untuk menetapkan Fatwa tersebut setelah krisis berkepanjangan di Palestina semenjak 7 Oktober 2023.
ICJ kemudian meminta masukan negara anggota PBB dan organisasi internasional dalam proses penyusunan Fatwa Hukumnya.
Permintaan Fatwa Hukum ke ICJ terkait Palestina merupakan kali ketiga diajukan oleh Majelis Umum PBB.
Dalam Fatwa Hukum terakhir yang ditetapkan pada 19 Juli 2024, ICJ telah menetapkan bahwa pendudukan berkelanjutan Israel atas wilayah Palestina bertentangan dengan hukum internasional dan Israel harus segera mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina.
Hingga 30 April, tercatat 39 negara termasuk Indonesia, dan 4 organisasi internasional mendaftarkan diri untuk memberikan pernyataan lisan.