astakom, Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto mendukung langkah Pemerintah Indonesia yang memilih upaya negosiasi dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Pemerintah Amerika Serikat (AS).
Meskipun sebagian besar perekonomian global tidak dikuasai AS, namun secara proporsi pasar AS terhadap ekspor Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Sehingga Indonesia masih butuh pasar AS untuk menampung produk dalam negeri.
Baca juga
“Saya rasa Indonesia tetap butuh AS. Dengan ekonomi 11 kali lipat dari Indonesia, saya rasa ini tetap menjadi pasar yang potensial,” kata Eko dalam diskusi publik virtual, yang dikutip astakom.com, Kamis (17/4).
“Jadi Diplomasi adalah jalan lebih baik, menegosiasikan adalah yang terbaik, selepas nanti hasilnya seperti apa ya,” tambah Eko.
Secara politik, dia mengakui langkah negosiasi bukanlah hal yang tepat karena menunjukkan tidak adanya perlawanan terhadap keputusan Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal tinggi, yang dinilai tak adil bagi Indonesia.
Namun secara konteks ekonomi, langkah tersebut menjadi hal yang tepat bagi Indonesia. Sebab perekonomian Indonesia masih belum sekuat China, yang secara PDB 13,9 kali lipat dari Indonesia.
“Jadi Indonesia tidak begitu reaktif seperti China yang melakukan perlawanan, karena memang dia punya modal untuk melawan apa yang dilakukan oleh AS terhadap China,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk tim negosiasi yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, untuk melakukan negosiasi dengan AS terkait kebijakan tarif.
Kepada para delegasi tim negosiasi, Prabowo menitipkan pesan agar negosiasi tersebut dapat dilakukan dengan sebaik mungkin untuk kepentingan nasional.
“Negosiasi sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/4) lalu.
Airlangga menyebut, belum ada angka target khusus dari Presiden Prabowo. Namun Prabowo, kata dia, berpesan bahwa yang terpenting adalah tarif impor AS terhadap Indonesia harus turun.
“Belum ada. Yang penting diturunkan,” ucapnya.
Adapun tarif yang dikenakan Trump untuk tarif impor barang-barang asal Indonesia yang masuk AS cukup tinggi, yakni sebesar 32 persen. Namun belakangan, Trump memutuskan untuk menunda kebijakan tersebut selama 90 hari.
Sehingga untuk aturan tarif resiprokal ditetapkan sebesar 10 persen untuk impor barang dari semua negara sebagai kebijakan proteksinya. Sedangkan Indonesia sendiri memilih jalur negosiasi dengan AS.
Salah satu bentuk negosiasinya adalah Indonesia ingin menyeimbangkan neraca dagang dengan Negeri Paman Sam. Caranya dengan menambah impor barang asal AS, dari komoditas minyak dan gas hingga komoditas pertanian seperti kapas hingga kedelai.(**)