astakom, Jakarta – Menanggapi kebijakan “Tarif Timbal Balik” yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan bahwa pariwisata bisa menjadi instrumen pertahanan ekonomi yang strategis. Di tengah tekanan terhadap sektor ekspor akibat lonjakan tarif, pariwisata muncul sebagai sektor yang tangguh dan relatif bebas hambatan.
“Ketika ekspor barang terkena tarif tinggi, kita harus melihat sektor lain yang bisa menjadi penyeimbang. Pariwisata adalah bentuk ekspor jasa yang tidak terganggu oleh kebijakan tarif dagang. Dengan menarik lebih banyak wisatawan mancanegara, kita dapat menjaga stabilitas Rupiah dan cadangan devisa,” ujar Menpar Widiyanti pada media seperti yang dikutip Astakom, Minggu (6/4).
Baca juga
Pernyataan tersebut menjadi seruan bagi seluruh pelaku pariwisata untuk memperkuat kontribusinya dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. Untuk itu, Kemenpar menetapkan tiga strategi utama dalam menghadapi dinamika global yang berubah cepat.
Indonesia memiliki keunggulan komparatif di sektor pariwisata, mulai dari keindahan alam, kekayaan budaya, hingga kreativitas lokal yang terus berkembang. Namun, persebaran 13,9 juta wisatawan mancanegara yang datang masih terkonsentrasi pada beberapa destinasi utama.
Melalui strategi ini, Kemenpar mengajak seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk membuka akses dan meningkatkan kapasitas destinasi baru. Tujuannya bukan sekadar meningkatkan jumlah kunjungan, tetapi memperluas distribusi manfaat ekonomi dari sektor ini ke seluruh penjuru tanah air.
Pariwisata dinilai sebagai bentuk “ekspor jasa” yang tak terpengaruh oleh bea masuk atau kuota dagang, sehingga dapat menjadi andalan ketika ekspor barang terhambat oleh kebijakan eksternal seperti tarif AS.
Menpar menekankan pentingnya pemberdayaan desa wisata dan pelaku UMKM sebagai tulang punggung pariwisata lokal. Potensi wisata di Indonesia tidak hanya ada di destinasi besar seperti Bali atau Jakarta, melainkan juga di desa-desa yang menyimpan kekayaan budaya dan keunikan lokal.
Melalui pengembangan ekonomi berbasis komunitas, Kemenpar ingin menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini sekaligus menjadi cara untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor manufaktur yang kini terancam akibat kenaikan tarif.
Menggeser paradigma dari sekadar mengejar kuantitas kunjungan ke kualitas pengalaman wisata, Menpar Widiyanti mendorong pelaku industri untuk mengembangkan produk wisata yang mampu menarik segmen pasar premium.
“Data historis menunjukkan, segmen wisatawan yang rela mengeluarkan biaya untuk pengalaman wisata berkualitas relatif memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap fluktuasi harga global,” jelasnya.
Kemenpar mendukung upaya ini melalui program “Pariwisata Naik Kelas”, yang berfokus pada sektor maritim, gastronomi, dan wellness tourism. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan pengeluaran wisatawan per kunjungan, sekaligus memperpanjang masa tinggal mereka di Indonesia.