astakom, Jakarta – Bank Indonesia (BI) bakal terus mantau pergerakan dan perkembangan kondisi pasar keuangan, baik global maupun domestik, setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, situasi pasar keuangan belakangan menjadi makin labil, apalagi setelah China ikut ngerespon kebijakan itu dengan mengumumkan retaliasi tariff pada Jumat (4/4) kemarin.
Baca juga
“Pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh China pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis,” ujar Ramdan, Sabtu (5/4).
Ramdan juga menjelaskan, bahwa kondisi pasar saham global sekarang ini tengah lesu, ditambah lagi imbal hasil (yield) US Treasury ikutan turun dan menyentuh titik terendah sejak Oktober 2024.
Meskipun situasinya sedang tidak stabil, BI tetap komitmen untuk jaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya lewat strategi andalan mereka, yaitu triple intervention, yang artinya mereka siap turun tangan di pasar valas (spot dan DNDF), dan juga di pasar sekunder SBN.
Langkah ini dilakukan supaya pasokan dolar tetap aman buat kebutuhan perbankan dan dunia usaha, sekaligus agar pelaku pasar tidak panik dan tetap percaya diri.
FYI, Trump telah resmi mengumumkan tarif timbal balik (reciprocal tariff) AS yang nilainya berkisar antara 10 sampai 39 persen. Khusus untuk Indonesia, tarif yang dikenakan adalah sebesar 32 persen.
Tarif untuk negara lain juga cukup bervariasi, seperti China sebesar 34 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, India 26 persen, Jepang 24 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 24 persen, Filipina 17 persen, dan Singapura 10 persen.